Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Sejarah Blok M Mall, Tongkrongan Anak Muda Jakarta Era 90an yang Kini Ditinggalkan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana lorong Blok M Mall, Jakarta pada Rabu (4/11/2020) siang. Blok M Mall disebut pedagang sudah mati dan tak berjaya seperti tahun 1990-2000an.

Ada juga anak-anak muda yang sekadar nongkrong di Galeri Telkom dekat tangga jalur. Mereka sekadar menelepon teman atau pacar dengan telepon koin.

"Dulu anak-anak muda dari mana saja ke Blok M Mall. Ada dari Ciputat, Parung, Tangerang, pasti ke sini. Kan aksesnya mudah, bus dari mana saja pasti ada yang ke Blok M," kata Kahar.

Pada era 1990 sampai 2000-an, jalur-jalur terminal di Blok M juga dipenuhi anak sekolah.

Jalur 5 dan 6 kerap menjadi tempat nongkrong kelompok STM Penerbangan dan SMK Poernama.

Kini, Blok M Mall kosong melompong.

Banyak kios yang tutup, apalagi saat ini dihantam pandemi Covid-19.

Pedagang-pedagang disebut tak sanggup membayar sewa kontrak.

"Yang sisa jualan sini paling yang punya hak pakai misalnya 30 tahun," ujarnya.

Suasana lorong Blok M Mall, Jakarta pada Rabu (4/11/2020) siang. Blok M Mall disebut pedagang sudah mati dan tak berjaya seperti tahun 1990-2000an.(KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO)

Salsabilla (23), seorang mahasiswa swasta di Jakarta, mengatakan, kawasan Blok M Mall tak menarik bagi anak muda saat ini.

Salsa sendiri sudah lima tahun tak berbelanja di Blok M Mall.

"Dulu sih Blok M Mall setahu saya sih dulu ramai dan megah ya. Ada lorong panjang. Banyak toko-toko baju. Dulu sih belanja ke Blok M sama orangtua pas SD," kata Salsa saat ditemui Rabu sore.

Salsa lebih memilih belanja di dekat rumah dan tak sesuai dengan tren serta preferensi mode.

Blok M Mall dianggap tak menarik karena hanya jejeran toko biasa dan dekorasi lainnya.

Teriakan itu tak lagi ada

Seorang pengunjung melewati lorong Blok M Mall, Jakarta pada Rabu (4/11/2020) sore. Pedagang Blok M Mall menyebut Blok M Mall kini telah mati dan tak sejaya era tahun 1990-2000an.(KOMPAS.com/WAHYU ADITYO PRODJO)

"Ayo dipilih.. dipilih .. dipilih.. Rp 50.000 ... yang murah, yang murah," begitu teriak para pedagang dulu.

Halaman
1234