"Biasanya, laki-laki tersebut sudah mengincar perempuannya untuk dijadikan istri dan berakhir pada lamaran dan pernikahan," jelasnya.
Hingga tahun 2014, tradisi gredoan suku Osing ini masih terus terjaga dan berlangsung dengan sangat meriah.
Ratusan warga di Desa Macanputih ataupun desa-desa lain beramai-ramai mengunjungi Desa Macanputih.
Belum lagi beberapa atraksi yang ditampilkan serta pawai keliling desa yang menampilkan beberapa hiburan, seperti atraksi tarian tongkat api, musik daerah hingga karnaval boneka yang dibuat oleh masyarakat Desa Macanputih.
Dikutip dari Kompas.com, tokoh masyarakat Desa Macanputih, Syaifudin mengatakan, tradisi gredoan merupakan puncak perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw. oleh masyarakat suku Osing di desa setempat.
"Berbagai macam atraksi yang ditampilkan adalah gambaran keanekaragaman sifat manusia di dunia. Ada yang jahat ada pula yang baik. Terlihat dari beberapa boneka yang menggambarkan sifat-sifat manusia yang jahat.
Semuanya dikembalikan pada tuntunan Nabi Muhammad Saw. Jadi memperingati kelahiran Nabi Muhammad sekaligus juga untuk mencari pasangan hidup," kata Syaifudin.
Suku Osing sendiri merupakan satu dari tujuh etnis besar yang hidup rukun dan saling berdampingan di Banyuwangi.
Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi yang biasa disebut sebagai Wong Blambangan dan Laros (lare Osing).
Suku Osing menempati beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi bagian tengah dan bagian timur.
Mayoritas suku Osing berada di Kecamatan Songgon, Rogojampi, Blimbingsari, Singorujuh, Kabat, Licin, Giri, Glagah dan sebagiannya lagi berada di Kecamatan Banyuwangi, Kalipuro dan Sempu yang berbaur dengan komunitas suku lain, seperti Suku Jawa dan Madura.
Profesi utama masyarakat suku Osing adalah mayoritas petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang, nelayan, buruh dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemerintah.
Tak hanya itu, suku Osing juga memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa Osing.
Bahasa Osing diketahui terpengaruh dari bahasa Bali dan sedikit pengaruh bahasa Jawa Kuno.
Namun, kini tradisi gredoan agak sedikit berbeda karena perubahan zaman dan teknologi.