TRIBUNTRAVEL.COM - Para Ilmuwan mengungkap fakta mengejutkan tentang pegunung bersalju di pluto.
Fakta ini terungkap setelah pesawat luar angkasa New Horizons NASA yang diterbangkan pada 14 Juli 2015.
Pesawat ini berada dalam jarak 12.500 km dari Planet Pluto dan berhasil merekam fakta tentang pegunung salju di sana.
Jika di Bumi, semakin tinggi permukaan daratan maka semakin dingin cuacanya, dan membuat pengunungan berselimut salju.
Baca juga: Uniknya Hombo Batu, Tradisi Lompat Batu Setinggi 2 Meter di Kepulauan Nias
Tetapi di Pluto, justru sebaliknya.
Semakin tinggi permukaan daratan maka semakin hangat suhunya, ini dikarenakan radiasi matahari.
Melansir laman Sciencealert.com, Senin (19/10/2020), sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh anggota dari CNRS (Center National de la Recherce Scientifique) atau Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis menjawab mengapa ada pengunungan salju di Pluto.
Perlu diketahui, pegunung salju ini ditemukan di Pigafetta Montes dan Elcano Montes, yang terletak di wilayah Cthulhu Macula Pluto.
Namun yang menarik, salju di Pluto tidak sama dengan di Bumi.
Salju Pluto tersebut merupakan metana beku, sedangkan di Bumi adalah air beku.
Lantas bagaimana caranya Pluto yang memiliki suhu sangat dingin dengan lapisan atmosfer tipis yang terdiri dari metana ini bisa membentuk salju di puncak gunung?
Terbentuknya Salju di Pegunungan Pluto
Di Bumi, suhu menurun seiring ketinggian karena adiabatik.
Saat udara bergerak ke atas di sepanjang lereng gunung, ia mengembang yang menyebabkan pendinginan.
Di Pluto, justru sebaliknya, saat udara turun, udara menjadi lebih hangat,
Saat kelembaban udara naik, dan saat cukup dingin, ia mengembun dan jatuh seperti salju.
Ini adalah fenomena yang dipahami dengan baik di Bumi, tetapi tidak dapat menjelaskan salju di Pluto.
Tim menggunakan model iklim untuk mencari tahu bagaimana salju metana turun di pegunungan.
Atmosfer tipis Pluto sebagian besar adalah nitrogen, dengan sejumlah kecil metana dan karbon monoksida.
Dengan kandungan metana yang sedikit, sulit untuk memperhitungkan semua salju itu.
Menggunakan model iklim, para peneliti menentukan bahwa dinamika atmosfer Pluto memusatkan metana di ketinggian yang lebih tinggi.
Hanya di puncak gunung ada cukup metana untuk membentuk salju.
Di ketinggian yang lebih rendah, metana tidak cukup.
Karena Pluto tidak memiliki atmosfer isolasi yang tebal seperti Bumi, planet kerdil ini menjadi lebih hangat di ketinggian yang lebih tinggi akibat radiasi matahari, karena panas diserap oleh metana di atmosfer.
Ini berlaku untuk beberapa kilometer pertama di ketinggian.
Proses penyerapan panas oleh metana tidak terjadi di daerah di mana terdapat es nitrogen di permukaan, karena dapat menyublim dan mendinginkan beberapa kilometer pertama ketinggian di atmosfer.
Atmosfer Pluto terlalu tipis untuk memanaskan permukaan planet, jadi saat tidak ada nitrogen beku di permukaan, ada keseimbangan radiasi lokal.
Keseimbangan itu tidak tergantung pada ketinggian dan lebih dingin daripada atmosfer di atasnya.
Akibatnya, udara di dekat permukaan menjadi dingin, menjadi lebih padat, dan selalu ingin mengalir ke lereng bawah.
Simulasi iklim oleh peneliti lain menunjukkan bahwa mekanisme ini ada di seluruh Pluto, dan sepanjang hari.
Hasilnya adalah Pluto didominasi oleh angin lereng bawah.
Itulah mengapa formasi saljunya sangat membingungkan.
Ini benar-benar berbeda dari Bumi, di mana udara mendingin saat naik, dan menyimpan kelembapannya seperti salju di pegunungan.
Tim peneliti menemukan bahwa atmosfer Pluto bersirkulasi sedemikian rupa sehingga metana terkonsentrasi di ketinggian yang lebih tinggi.
Sirkulasi itu bersifat musiman, dan didorong oleh sublimasi di permukaan.
Para penulis menyebut ini sebagai "sel sirkulasi yang diinduksi sublimasi."
Saat metana menjadi lebih terkonsentrasi, ia mencapai titik jenuh dan jatuh sebagai salju di permukaan pegunungan.
Ada umpan balik yang terlibat juga.
Tonton juga:
Saat salju metana terbentuk di pegunungan, hal itu meningkatkan albedo, yang menyebabkan lebih banyak pendinginan.
Dengan lebih banyak pendinginan, semakin banyak salju metana.
"Secara keseluruhan, pembentukan embun beku CH4 di puncak pegunungan Pluto tampaknya didorong oleh proses yang sama sekali berbeda dari proses pembentukan pegunungan yang tertutup salju di Bumi, menurut model kami," tulis tim dalam kesimpulan makalah mereka.
"Sungguh luar biasa bahwa dua fenomena dan dua material yang sangat berbeda dapat menghasilkan lanskap yang sama ketika dilihat pada resolusi yang sama," lanjutnya.
Baca juga: Terdampak Pandemi, AirAsia X Menutup Cabangnya di Indonesia
Baca juga: Dibuka Melalui Tahap Uji Coba, Ini Harga Tiket Pendakian Gunung Andong Magelang Terbaru
Baca juga: Dibuka Kembali, Dufan Tawarkan Harga Tiket Masuk Super Hemat Mulai Rp 115 Ribu
Baca juga: Mengenal Suku Dukha, Suku Nomaden Penggembala Rusa Terakhir di Dunia
Baca juga: Melihat Pesona Javanica Park, Destinasi Instagramable di Muntilan yang Viral di Medsos
(TribunTravel.com/ Ratna Widyawati)