Tomik Subagio yang berusia 88 tahun sudah lebih lama lagi tinggal di Australia dan masih memegang paspor Indonesia.
Pria yang kini bermukim di Adelaide, Australia Selatan, pertama kali menjejakkan kaki di Australia pada 1955.
Ia pertama kali datang untuk belajar di bidang teknik di Adelaide University selama 1955 sampai 1963, lalu melanjutkan karirnya sebagai insinyur mesin.
Kesempatannya belajar ke Adelaide menurut Tomik tak lepas karena kemerdekaan Indonesia dan jasa para pahlawannya.
"Sebelum berangkat ke Australia, di Istana Merdeka Jakarta, kami disalami oleh Presiden Sukarno (Bung Karno), beliau mengucapkan selamat dan mengharapkan kami kembali ke Indonesia dengan dua tangan kanan," cerita Tomik.
Setelah menyelesaikan sekolah pada 1963, ia sempat pulang ke Indonesia, namun kemudian kembali ke Adelaide untuk menetap sejak 1968.
Kembalinya ke Adelaide, Subagio bekerja di Departemen Teknik dan Pasokan Air (Department of Engineering and Water Supply) sampai pensiun pada 1992.
Ketika bekerja, Subagio menciptakan sebuah katup kupu-kupu (butterfly valve) untuk mengatur aliran air dan menjadikannya salah seorang pegawai yang memiliki hak paten katup kupu-kupu tersebut.
Setelah pensiun, Tomik tetap aktif bekerja sebagai penerjemah bahasa Inggris-Indonesia dan sebaliknya.
Tomik sering bertugas di pengadilan ataupun di rumah sakit yang memerlukan penerjemah bahasa.
"Saya sampai sekarang adalah petugas layanan publik tertua di Australia Selatan," kata Tomik Subagio kepada ABC Indonesia pada Kamis (15/10/2020).
Tomik mengaku sama sekali tidak pernah mempertimbangkan untuk pindah kewarganegaraa meski dia menikahi seorang perempuan Australia.
"Saya merasa berutang budi kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia termasuk paman-paman dan kakak saya sendiri," ujarnya.
Tonton juga:
Dalam kontak dengan ABC Indonesia pada Rabu (14/10/2020), Tomik mengatakan ia berstatus "stateless", atau tidak memiliki warga negara, karena paspornya kedaluwarsa sejak 3 tahun yang lalu.