Saat masuk ke pintu gerbang utama Istana Kepresidenan Yogyakarta, akan terlihat patung raksasa penjaga pintu “Dwarapala” setinggi 2 meter yang berasal dari sebuah biara Candi Kalasan.
Juga terdapat Tugu Dagoba (tugu lilin) setinggi 3,5 meter yang terbuat dari batu andesit.
Arsitektur bangunan memperlihatkan corak paduan desain lokal dan gaya Eropa, sementara bagian depan berhiaskan arca Jawa.
Gaya Eropa terlihat menonjol pada bangunan Gedung Agung.
Terdapat tiang-tiang besar gaya Doria di serambi depan dan ruang makan, cekukan tempat kaca di dinding dan untaian lampu gantung kristal.
Perpaduan dengan unsur Indonesia tampak pada hiasan tembok berupa ornamen kain batik Iwan Tirta yang berhadap-hadapan dengan ukir-ukiran Jepara di ruang makan VVIP.
4. Saksi Bisu Perjalanan Sejarah Bangsa Indonesia
Pada masa pemerintahan Belanda, Gedung Agung semula merupakan kediaman resmi residen Belanda ke-18 bernama Anthonie Hendriks Smissaert di Yogyakarta (1823-1825).
Pada 1867 saat terjadi gempa bumi, gedung tersebut sempat ambruk, dan dibangun kembali pada 1869.
Pada masa pendudukan Jepang, Gedung Agung menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa tertinggi Jepang di Yogyakarta.
Ketika Karesidenan Yogyakarta ditingkatkan status administrasinya menjadi provinsi sejak tahun 1927, gedung itu kemudian berubah julukan menjadi Gubernuran atau Loji Gubernur.
Gedung itu kemudian berubah julukan menjadi Presidenan ketika Presiden Soekarno dan keluarganya tinggal di sana.
5. Punya Beberapa Ruang Penting
Di Gedung Agung Yogyakarta terdapat beberapa ruang penting yakni Ruang Garuda, Ruang Diponegoro, dan Ruang Soedirman.
Ruang Garuda merupakan tempat menyambut tamu kenegaraan.
Baca tanpa iklan