Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Mengenal Sejarah Tengkleng di Solo, Kuliner Lezat yang Memiliki Kisah yang Cukup Memilukan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tengkleng kambing Mbak Diah, Solo.

TRIBUNTRAVEL.COM - Liburan ke Solo wajib mencoba kuliner khasnya yag lezat.

Ada beragam kuliner khas Solo yang bisa dicicipi wisatawan.

Satu kuliner khas Solo yang bisa traveler cicipi adalah tengkleng.

Banyak tempat makan di Solo menyediakan masakan tengkleng nikmat yang tidak banyak diketahui.

5 Tengkleng Terenak di Kota Solo, Cocok Dinikmati saat Momen Idul Adha

Dikenal kenikmatannya, tengkleng menyimpan cerita sejarah memilukan.

Heri Priyatmoko sejarawan asal Solo sekaligus Dosen Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma menjelaskan asal muasal sajian tengkleng.

Pada zaman penjajahan Jepang, rakyat Solo hidup sengsara. Bahan pangan yang menipis membuat kaum kecil terpaksa mengolah apapun menjadi sebuah santapan yang mengenyangkan perut.

" Tengkleng lahir dari buah kreativitas wong Solo dalam menghadapi situasi yang mencekik, tepatnya masa penjajahan Jepang," jelas Heri Priyatmoko saat dihubungi oleh Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Lebih lanjutnya berikut fakta sejarah mengenai tengkleng, makanan khas Solo yang tak lepas dari kreativitas "wong cilik" :

1. Lahir dari kesengsaraan

Pakar hukum asal Solo, Mr. Soewidji (1973), menuturkan kehidupan sehari-hari bertambah sulit saat itu. Jangankan rumah atau baju merah, kebutuhan pangan dan sandang saja kian susah dicari.

"Sekadar untuk mengatasi kelaparan yang merajalela, bonggol pisang pun dipakai untuk bahan makanan," jelas Heri.

Di tengah masa penjajahan, orang Solo memutar otak untuk tetap bertahan hidup dengan mengolah semua bahan pangan, termasuk limbah pangan, termasuk limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan kambing.

Umumnya tulang dan jeroan hewan tidak dimanfaatkan oleh orang dari ekonomi tinggi pada masa itu.

Hanya berbekal limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan dari kambing, mau tak mau masyarakat Solo mengolah sajian tersebut untuk mengisi perut.

Halaman
123