Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Rekomendasi Wisata

Jelajah Makam Kyai Mojo, Ulama Penentang Belanda yang Dibuang di Minahasa

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gerbang Masuk Kawasan Makam Kyai Mojo.

TRIBUNTRAVEL.COM - Kyai Mojo atau Kyai Madja merupakan seorang ulama yang yang menentang kekuasaan Belanda.

Kyai Mojo lahir pada tahun 1764 dan wafat pada 20 Desember 1849.

Pemilik nama lengkap Muslim Mochammad Khalifah ini sebelumnya ditangkap oleh Belanda dan dibuang oleh ke Minahasa, kemudian wafat dan dimakamkan di daerah Tondano.

Makam Kyai Mojo berada di sebuah bukit kecil yang terletak di Kelurahan Wulauan, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa.

TONTON JUGA

Untuk menuju ke Makam Kyai Mojo, traveler harus menempuh jarak sekira 33 kilometer dari pusat kota Manado dan membutuhkan waktu kurang lebih 60 menit menggunakan kendaraan bermotor.

Mendekati kawasan makam, ada gapura yang menunjukan lokasi makam berada di tepi jalan.

Masuk ke dalam kawasan makam terdapat berbagai macam tanaman yang menghiasi.

Tak sampai disitu, traveler harus menaiki puluhan anak tangga untuk menuju ke lokasi makam.

Tangga menuju makam Kyai Mojo. (Tribun Manado/Ventrico Nonutu)

Lokasinya yang berada di bukit dengan pepohonan yang rindang membuat tempat ini terasa asri dan sejuk.

Kawasan makam tampak bersih dan terawat.

Makam Kyai Modjo berwarna cokelat dan memiliki sembilan undakan.

Makam tersebut berada diantara makam para pengikutnya.

Ada sebelas makam termasuk Makam Kyai Mojo yang berada di bawah atap dan dikelilingi pagar berwarna hijau.

Makam Kyai Mojo (Tribun Manado/Ventrico Nonutu)

Ada juga makam K.H. Ahmad Rifa'i yang tak jauh dari makam Kyai Mojo.

K.H. Ahmad Rifa'i merupakan salah satu ulama yang bergelar pahlawan nasional.

Tak hanya itu, di kawasan ini juga menjadi tempat dimakamkannya para pengikut Kyai Mojo beserta keturunannya.

Kawasan Makam Kyai Mojo (Tribun Manado/Ventrico Nonutu)

Kyai Mojo bersama dengan 62 orang pengikutnya yang dibuang di Minahasa kemudian beranak pinak.

Semua pengikut Kyai Mojo adalah laki-laki, mereka kemudian menikah dengan wanita-wanita asal Minahasa.

Hal inilah yang menjadi cikal bakal adanya Kampung Jawa Tondano.

Nama Kyai Mojo sendiri diabadikan sebagai nama Masjid yang ada di Kampung Jawa Tondano.

Masjid Kyai Mojo di Kampung Jawa Tondano. (Tribun Manado/Ventrico Nonutu)

Penduduk Kampung Jawa Tondano begitu lekat dengan budaya Minahasa.

Bahkan mereka mahir berbahasa daerah Minahasa.

Warga Kampung Jawa Tondano hidup rukun berdampingan dengan warga Nasrani.

Kerukunan sudah terjalin erat sejak lama, bahkan ketika hari-hari besar keagamaan tiba mereka saling bersilahturahmi dan gotong royong menyukseskan helatan acara.

Menelusuri Kisah Kuburan Orang Minahasa Kuno di Desa Sawangan

Pasar Hutan Ranolewo di Minahasa, Perpaduan Wisata Pasar dan Kuliner di dalam Hutan

Mengenal Sosok Walanda Maramis, Pahlawan Tanah Minahasa yang Ditampilkan Google Doodle Hari Ini

5 Fakta Bukit Kasih di Minahasa, Dulunya Jadi Pusat Berkumpul Umat Berbagai Agama

Panorama Keindahan Minahasa Tenggara: Kekayaan Alam Bawah Laut sampai Kuliner yang Lezat

Artikel ini telah tayang di Tribuntribunmanadotravel.com dengan judul Ziarah ke Makam Kyai Mojo, Ulama Penentang Belanda yang Dibuang di Minahasa