3. Hidup dalam Keluarga Poligami
Kartini hidup dalam keluarga Poligami sejak kecil hingga dewasa.
Ibu dari Kartini sendiri bukanlah istri utama sang ayah, karena ayahnya kemudian menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan yang juga memiliki keturunan darah ningrat.
Tonton juga:
Bahkan di masa dewasanya, Kartini juga harus menerima kenyataan untuk menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang telah memiliki tiga istri.
Keadaan inilah yang menjadikan Kartini lekat dengan kehidupan berpoligami.
4. Mengambil pengetahuan dari elit Belanda untuk Perempuan Indonesia
Kedekatannya bersama dengan orang-orang Belanda bukan hanya terjalin karena ia adalah bagian dari bangsawan.
Kefasihannya dalam berbahasa Belanda membuat Kartini cukup mudah diterima dan belajar banyak dari para elit Belanda.
Dan ilmu pengetahuan yang didapatnya ini tidak diambilnya dan dinikmatinya seorang diri melainkan dibagikannya bersama dengan kaum perempuan di Indonesia.
5. 'Habis Gelap Terbitlah Terang' awalnya bukanlah sebuah buku
Jika sekarang kamu mengenal buku Kartini yang berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang', pada mulanya karya tersebut bukanlah sebuah buku, melainkan hanya kumpulan surat-surat yang dikirimkan ke J.H Abendanon dan teman-temannya di Eropa.
Dan Setelah meninggal dunia, J.H Abendanon pun berinisiatif untuk membukukan surat-surat tersebut dengan judul 'Door Duisternis Tot Licht' yang di kenal di Indonesia dengan 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.
6. Awalnya Buku Kartini tidak berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang'
Saat menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Kartini diberi hadiah terjemahan Al Qur’an yang diberi nama Faidh Al Rahman Fii Tafsir Qur’an oleh guru mengajinya, Kiai Soleh Darat.