“Saya rasa semua orang menderita dari hal yang sama,” katanya.
Dia juga menambahkan bahwa biasanya saat ini dia berada di Everest base camp dan bersiap-bersama ratusan pendaki gunung untuk menunggu cuaca yang tepat menuju ke Puncak Everest.
Virus corona telah membuat Everest base camp menjadi terbengkalai.
Namche Bazaar sebagai kota terakhir sebelum mencapai markas tersebut juga terlihat kosong.
Para pemandu, kuli angkut, juru masak, dan staf pendukung lainnya harus kembali ke rumah dengan tangan kosong.
“Dengan batalnya musim, tidak ada orang yang mendapatkan pekerjaan. Mulai dari penerbangan, pertokoan, hingga kuli angkut. Benar-benar tidak ada pekerjaan,” katanya.
Sementara itu, Damian Benegas yang pernah memandu beberapa tim di Everest selama hampir dua dekade mengatakan bahwa terdapat beberapa pekerja yang paling terpukul.
Adapun pekerja yang dimaksud Benegas adalah para kuli angkut dan juru masak yang membuat ekspedisi tetap berjalan.
“Mereka tidak memiliki penghasilan cadangan atau kontrak apapun yang harus dijaga oleh para penyelenggara ekspedisi,” kata Benegas.
Akibat penangguhan pendakian Gunung Everest tersebut setidaknya ada potensi kehilangan 4 juta dollar AS atau setara dengan Rp 63,8 miliar.
Uang tersebut berasal dari pendapatan izin pendakian.
LIHAT JUGA:
Izin untuk mendaki Gunung Everest dikenakan 11.000 dolar AS atau setara dengan Rp 175 juta per satu orang pendaki.
Nilai tersebut belum termasuk perputaran ekonomi karena para pendaki.
• Pendakian Gunung Everest di Nepal Ditutup Sementara Karena Virus Corona
• Nepal Larang Penggunaan Plastik Bagi Pendaki Gunung Everest
• Aturan akan Diperketat, Ini yang Perlu Kamu Persiapkan untuk Mendaki Gunung Everest
• 11 Orang Tewas Setelah Terjebak Kemacetan di Gunung Everest
• Aturan Mendaki ke Puncak Everest akan Diperketat
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Izin Pendakian Gunung Everest Ditangguhkan, Sherpa Tidak Punya Pendapatan.
Baca tanpa iklan