TRIBUNTRAVEL.COM - Hal yang dinanti-nanti akhirnya datang juga.
Sebagai cara meredam virus corona, China akan melarang perdagangan dan pengonsumsian hewan liar.
Industri ini digadang-gadang sebagai industri miliaran dolar AS yang mempekerjakkan jutaan masyarakat.
“Sejak melebarnya virus corona (Covid-19), fenomena konsumsi hewan liar dan ancaman besar yang tersembunyi di baliknya telah menarik perhatian masyarakat luas,” kata Standing Committee of the National People’s Congress (NPC) kepada CCTV Senin (24/2/2020) lalu, mengutip South China Morning Post, Rabu (26/2/2020).
Wabah virus corona yang menewaskan lebih dari 2.500 masyarakat China dan telah menyebar ke beberapa negara lain ini dikaitkan dengan konsumsi hewan liar pembawa virus yang dijual di pasar.
Banyak peneliti percaya bahwa virus tersebut berpindah dari hewan yang ada di pasar ke manusia.
Virus kemudian bermutasi sehingga bisa menginfeksi orang lain.
• Dampak Wabah Virus Corona, Wisman Asal China Perpanjang Izin Tinggal di Bali
Keputusan ini segera efektif dengan adanya pelarangan konsumsi hewan liar, termasuk tindakan tegas akan perdagangan hewan liar ilegal. Hal ini dilakukan demi melindungi kesehatan publik.
“Akhirnya ada larangan terhadap perdagangan dan pengonsumsian hewan liar. Ini merupakan langkah besar dalam melindungi hewan liar,” kata anggota Chinese National Committee for Man and Biosphere Zhou Haixiang.
Standing Comittee NPC mengambil keputusan tersebut demi mengikuti seruan Presiden Xi Jinping terkait penindakan terhadap pasar dan perdagangan hewan liar.
Undang-undang perlindungan hewan liar di China sebenarnya telah diberlakukan sejak tahun 1989. Undang-undang tersebut meliputi konservasi, perdagangan, dan pemanfaatan hewan liar.
Kendati demikian, undang-undang tersebut memiliki beberapa celah yang disalahgunakan. Salah satunya adalah perizinan akan konsumsi dan penangkaran hewan liar untuk tujuan komersial.
“Undang-undang saat ini hanya melindungi spesies hewan liar tertentu. Namun larangan nantinya (yang akan segera diberlakukan) melarang memakan hewan secara umum. Tidak hanya hewan yang hidup di alam liar, juga yang hidup di industri pembiakan,” kata Haixiang.
Sementara itu, profesor hukum lingkungan dan sumber daya di Universitas Renmin Zhou Ke mengatakan bahwa bisnis yang berkaitan dengan hewan liar telah menjadi sebuah industri yang besar di China.
Tak heran jika regulasi sulit dijalankan.
Renmin Zhou Ke mengatakan bahwa jika konsumsi hewan liar dilarang dan permintaan akan turun, maka tidak akan ada lagi masyarakat yang berminat untuk mengembangbiakkan hewan-hewan tersebut.
Tonton juga:
Permintaan tinggi akan daging hewan liar di China
Permintaan akan daging hewan liar telah menyebabkan adanya industri pembiakan hewan liar di China untuk hewan seperti musang.
Pengonsumsian hewan tersebut bahkan dikaitkan oleh WHO sebagai penyebab terjadinya epidemik SARS 17 tahun lalu yang menewaskan lebih dari 800 orang di seluruh dunia.
Menurut WHO, sebanyak 70 persen patogen penyebab terjadinya penyakit global yang telah ditemukan dalam 50 tahun belakangan berasal dari hewan.
Beberapa pecinta lingkungan dan pelestari alam liar menyambut baik keputusan pemerintah China akan pelarangan tersebut.
Namun, terdapat beberapa komentar yang menyebutkan bahwa pemerintah perlu memberi bantuan keuangan terhadap perusahaan yang memiliki peternakan hewan liar.
Menurut laporan Chinese Academy of Engineering pada 2017, industri perdagangan dan konsumsi hewan liar di China memiliki nilai sebanyak 74 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1 kuadriliun.
Industri tersebut juga mempekerjakan lebih dari 14 juta orang.
Meski begitu, hewan air, hewan dalam pembiakan, unggas, dan beberapa hewan lain yang telah lama dikembangbiakkan tidak termasuk dalam larangan yang akan dilaksanakan tersebut.
Sementara penggunaan hewan liar untuk keperluan ilmiah dan medis tetap diperbolehkan asal manajemen fasilitas yang melakukan percobaan diperkuat.
Hewan liar sebagai mata pencarian uang
Sekitar lebih kurang 7,6 juta masyarakat China bekerja di industri bulu dan kulit hewan yang bernilai sekitar Rp 773 triliun.
Sementara sekitar 6,2 juta masyarakat lainnya bekerja di peternakan atau pengolahan hewan untuk makanan.
Di beberapa daerah miskin di China seperti Provinsi Guizhou atau Guangxi, peternakan hewan liar merupakan sumber penting bagi pendapatan masyarakat setempat.
“Keputusan ini (larangan perdagangan dan pengonsumsian hewan liar) akan memberi dampak kerugian ekonomi bagi para peternak. Jadi, pemerintah daerah harus mendukung mereka sembari mereka beralih ke bisnis lain dan menawarkan dukungan keuangan,” kata Yang.
Profesor hukum lingkungan di University of Political Science and Law di Beijing, Wang Canfa, menuturkan bahwa pemerintah China harus memberi bantuan untuk merubah industri pembiakan. Sebab, industri tersebut terbilang cukup besar.
Menurut Wang, kebijakan tersebut akan memberi pengaruh terhadap banyak masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan sebuah skema yang dapat membantu mereka menyesuaikan diri.
Para penasihat di Standing Committee NPC, termasuk Zhou Ke dan Wang Canfa, sedang melakukan diskusi terkait revisi undang-undang perlindungan hewan liar.
Sejauh ini, mereka telah memberi enam masukkan kepada anggota NPC.
Beberapa di antaranya adalah mencari alternatif untuk menggantikan penggunaan hewan liar pada obat-obat China, dan penetapan waktu untuk memperbaiki industri peternakan.
“Perubahan industri peternakan harus dikombinasikan dengan program pengurangan kemiskinan China yang memiliki anggaran yang akan diumumkan setiap tahunnya,” kata Ke.
• Cerita Wisatawan Indonesia yang Liburan saat Heboh Wabah Virus Corona
• 5 Negara Paling Aman Dikunjungi di Tengah Wabah Virus Corona
• Terkait Virus Corona, Ini Imbauan Kemenlu Buat WNI yang Mau Traveling ke Korea Selatan
• Ini Cara Membersihkan Kursi Pesawat Agar Terhindar dari Virus Corona dan Flu
• Masih Aman dari Virus Corona, Wishnutama Ajak Turis Asing Berwisata ke Indones
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Lawan Corona, Akhirnya China Akan Larang Masyarakatnya Konsumsi Hewan Liar"
Baca tanpa iklan