"Foto kamarnya kelihatan luas dan oke, nilai reviewnya juga bagus. Harga semalam Rp 300.000an, lokasinya cukup strategis di Sukhumvit (pusat kota), ada rooftop bar segala," kata Jey.
Sampai di area dekat hotel, ia mulai ragu lantaran tidak ada papan nama hotel. Jey bertanya pada orang yang sedang menyapu di kawasan hotel dan dibenarkan itu hotel yang ia pesan.
"Plang (papan nama) tulisannya tour and travel. Waktu sampai ternyata ruko, sampai dalam semakin bingung. Tidak ada lobi seperti hotel," jelas Jey.
Justru yang ia lihat adalah kantor agen perjalanan, kafe remang-remang, dan meja resepsionis yang mirip warung rokok.
Perasaanya tambah tidak nyaman ketika melihat semua pemandangan itu.
Ketika diantar ke kamar, benar saja yang ia lihat adalah hotel gelap, bau apek dan rokok, serta pintu kayu khas tahun '70an.
"Kamarnya luas sih, tapi lampunya cuma satu. Ada meja kecil, toiletnya airnya super irit. Rooftop barnya waktu dicek seperti warung kopi yang ada di atap gedung," jelas Jey.
Waktu ia keluar dari hotel, ia baru sadar hotelnya berlokasi cukup jauh dari jalan utama dan harus blusukan.
Pengalaman itu membuatnya kapok dan ia mengulas hotel tersebut dengan bintang satu di situs pemesanan akomodasi.
Ulasan Bodong Lazim di Dunia Pariwisata
Di dunia pariwisata, ulasan baik di situs pemesanan akomodasi maupun agen perjalanan online memengaruhi kelancaran bisnis.
Mayoritas pejalan melihat ulasan dan foto yang tersedia sebelum memutuskan utuk memesan sebuah akomodasi atau berkunjung ke restoran.
Sayanganya foto terbilang mudah dipoles digital sehingga membuat obyek foto jauh lebih baik dari yang asli. Sedangkan ulasan pejalan lain tidak dapat dijamin kebenarannya.
Baru-baru ini situs pengulas perjalanan TripAdvisor merilis '2019 Review Transparency Report'.
Temuan TripAdvisor yang dirilis dalam laporan, menyebut ada 1,4 juta ulasan palsu di situsnya, atau 2,1 persen dari 66 juta ulasan yang diajukan pada 2018.