"Kejadian banjir diakibatkan karena hujan yang terjadi di sekitar Kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo bersamaan dengan kejadian erupsi yang menghasilkan abu vulkanik," ujar Kepala PVMBG Kasbani, seperti dikutip Agus dari pesan singkat.
PVMBG juga menyebutkan bahwa morfologi kaldera Tengger merupakan topografi rendah yang dikelilingi oleh perbukitan sehingga jika terjadi hujan, aliran air akan bergerak ke arah dasar kaldera.
Endapan batuan di sekitar perbukitan Kaldera Tengger dan puncak Gunung Bromo umumnya terdiri dari produk jatuhan yang bersifat lepas, sehingga akan mudah tergerus oleh air hujan.
Masih menurut PVMBG, berdasarkan pemantauan cuaca pada 1 hingga 18 Juli 2019, cuaca di sekitar Gunung Bromo cerah, berawan hingga mendung.
Namun, pada Jumat (19/7/2019), pukul 16.43 WIB PVMBG mencatat satu kali hujan gerimis.
"Curah hujan tercatat di Pos PGA Bromo sebesar 0,4 milimeter. Aliran banjir berasal dari sisi barat daya lereng Gunung Bromo memutari Gunung Batok ke arah barat. Getaran banjir terekam di seismograph dengan amplitudo maksimum 1 mm dan lama gempa 3 menit 20 detik."
Gunung dengan ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut ini masih berstatus level II (Waspada) hingga kini.
PVMBG merekomendasikan masyarakat di sekitar Gunung Bromo dan pengunjung, wisatawan atau pendaki tidak diperbolehkan memasuki kawasan dalam radius 1 km dari kawah aktif Gunung Bromo.
Berdasarkan catatan sejarah, letusan atau peningkatan kegiatan vulkanik Gunungapi Bromo mulai tercatat sejak tahun 1804.
Dilihat dari periode letusan, erupsi dapat berlangsung pendek maupun panjang. Periode pendek terjadi pada durasi beberapa hari saja, seperti pada 12 - 14 Juni 1860, sedangkan periode terpanjang yaitu 16 tahun.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Penampakan Citra Satelit NASA Terbaru Saat Gunung Bromo Erupsi 19 Juli 2019, https://jogja.tribunnews.com/2019/07/20/penampakan-citra-satelit-nasa-terbaru-saat-gunung-bromo-erupsi-19-juli-2019?page=all.
Penulis: Tribun Jogja
Editor: mon
Baca tanpa iklan