TRIBUNTRAVEL.COM - Balai Taman Nasional Bunaken (BTNB) bersama pemerintah daerah mengeluarkan tiga ton sampah dari Pulau Bunaken sejak Januari 2018.
Operasi terakhir dilakukan pada Senin (2/04/2018), menghasilkan satu ton sampah.
Dalam rangka pembersihan kawasan konservasi sekaligus wisata tersebut, tim mengangkut sebanyak 200 karung sampah dengan berat rata-rata 4-5 kg.
Humas BTNB, Eko Wahyu Handoyo, mengatakan rata-rata ada kurang lebih satu ton sampah dalam satu bulan.
Jumlah ini diperkirakan naik dari tahun lalu.
"Mungkin ada kenaikan, kebetulan tahun ini pas cuaca gak baik jadi banyak volume sampah)nya," tutur Eko, Kamis (5/4/2018).
Kumpulan sampah tersebut mayoritas bukan berasal dari Pulau Bunaken, melainkan dari daratan utama Sulawesi, bahkan Kalimantan.
Sampah tersebut diduga terbawa arus pusaran air yang memang bermuara di kawasan Bunaken.
Banyak sampah tersebut dirasa cukup mengganggu estetika taman nasional.
Saat cuaca ekstrem seperti ini tumpukan sampah cukup mengotori kawasan wisata laut di sekitar Pulau Bunaken.
"Utamanya dari segi estetika, karena nanti wisatawan mengira kalau tempatnya jorok, pengelolaannya kurang baik. Padahal ini limpahan, dan pusarannya memang sudah ekosistemnya," jelas Eko saat dihubungi.
Dari siaran tertulis BTNB yang diterima sampah tersebut didominasi sampah plastik rumah tangga, hingga kayu glondongan dari perkebunan.
Setelah dikumpulkan kemudian dijadikan satu dalam wadah-wadah karung, sampah tersebut diangkut menggunakan perahu, di bawa ke daratan untuk ditempatkan pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Manado.
Kepala SPTN Wilayah I, Arma Janti juga mengatakan hal yang sama, bahwa hulu sampah umumnya berasal dari daratan utama Sulawesi yang mengalir ke perairan kemudian terbawa arus.
Menurutnya, jika dikumpulkan, sampah-sampah plastik ini per hari bisa mendapatkan lima karung di perairan, akan tetapi volume sampah akan meningkat dalam kondisi hujan atau cuaca ekstrim, dengan jenis sampah yang beragam pula mulai dari kayu gelondongan, plastik, kaleng dan sebagainya.