“Patung sudah selesai dicor perungu dan tinggal dibawa untuk dirangkai di Jakarta,” ujarnya.
Februari 1970, di sela-sela pengerjaan diorama untuk Museum ABRI Satria Mandala, Edhie mendapat panggilan panitia pembangunan Monas untuk menghadap Bung Karno di Istana Bogor.
Dalam pertemuan tersebut Edhie melihat Suryadarma dan Leo Wattimena, serta pelukis Dullah dan beberapa teman dekatnya.
“Saudara Edhie, piye kabare?” kata Bung Karno.
“Patung Dirgantara nang endi?”
“Sampun rampung, Pak, (Sudah selesai, pak)” jawab Edhi.
Wajah Patung Tugu Pancoran atau Patung Dirgantara.
“Kok durung dipasang?" tanya Bung Karno.
"Nyuwun pangapunten, Pak. Kulo sampun mboten gadah arto, kepeksa sedaya pekerjaan kulo kendelaken (Mohon maaf pak. Saya sudah tidak memiliki uang. Terpaksa semua pekerjaan saya tangguhkan). Saya disegel, karena masih punya utang.”
Bung Karno terenyuh.
Tidak berapa lama ia memanggil Gafur dan Dullah yang duduk di belakang Bung Karno.
“Fur, mobilku dolen, sing Buick. Nek wis payu duite serahno Edhi ben cepet (Fur, mobilku jual saja, yang Buick. Kalau sudah laku, uangnya serahkan Edhie supaya cepat) dipasang patungnya,” ujar bung Karno.
Setelah itu Edhie pamit pulang ke Yogyakarta untuk mempersiapkan pengangkutan patung ke Jakarta.
Sebelum pulang, seorang staf Bung Karno menyerahkan uang sebesar Rp1.750.000 kepada Edhi untuk biaya transportasi pengangkutan patung ke Jakarta.
Dilewati jenazah Soekarno
Satu minggu pekerjaan berjalan, Bung Karno melihat langsung pengerjaan merangkai patung.