Nyaris berhenti
Dari sekian banyak proyek pembuatan monumen dari Bung Karno, Edhie mengakui kalau pembuatan Patung Dirgantara nyaris mandek.
Patung Dirgantara dimaksudkan Bung Karno untuk menghormati jasa para pahlawan penerbang Indonesia yang berhasil melakukan pengeboman terhadap kedudukan Belanda di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga menggunakan pesawat-pesawat bekas peninggalan Jepang.
“Kita memang belum bisa membuat pesawat terbang, tetapi kita punya pahlawan kedirgantaraan Indonesia yang gagah berani. Kalau Amerika dan Soviet bisa membanggakan dirinya karena punya industri pesawat, kita juga harus punya kebanggaan. Jiwa patriotisme itulah kebanggaan kita! Karena itu saya ingin membuat sebuah monumen manusia Indonesia yang tengah terbang dengan gagah berani, untuk menggambarkan keberanian bangsa Indonesia. Kalau dalam tokoh pewayangan seperti Gatotkaca yang tengah menjejakkan bumi,” ujar Edhie Sunarso mengenang perkataan Bung Karno panjang lebar.
Bung Karno meminta Edhie untuk memvisualisasikan sosok lelaki gagah perkasa yang siap terbang ke angkasa.
Bahkan Bung Kano kemudian berpose sambil berkata, “Seperti ini lho, Dhi. Seperti Gatotkaca menjejak bentala.”
Setelah model Patung Dirgantara, atau patung Pancoran selesai, Edhie mengusulkan kepada Bung Karno agar patung yang rencananya berbentuk seorang manusia yang memegang pesawat di tangan kanannya diubah.
“Pak, dengan memegang pesawat di tangan kok terlihat seperti mainan,” ujar Edhie.
“Bagaimana kalau di tangan kanannya tidak usah ada pesawat. Cukup dengan gerak tubuh manusia saja, didukung gerak selendang yang diterpa angin,” lanjut Edhie.
“Yo wis Dhi, nek kowe anggep luwih apik yo ora usah dipasang. Ora usah digawe,” (Ya sudah Dhi, kalau kamu menganggap lebih baik ya tidak usah dipasang. Tidak usah dibuat) jawab Bung Karno.
Desain awal Patung Tugu Pancoran atau Patung Dirgantara yang masih memegang pesawat.
Terlilit utang
Pembuatan monumen Patung Dirgantara sempat terhenti karena terjadi peristiwa G30S/PKI.
Di sisi lain Edhie juga sudah tidak mempunyai bahan-bahan, dan tidak memunyai uang lagi untuk melanjutkan pekerjaan.
Ia bahkan menanggung utang kepada pemilik bahan perunggu dan kepada bank.
Patung Digantara sempat beberapa tahun terbengkalai di Studio Arca Yogyakarta dalam bentuk potongan-potongan yang siap dirangkai.