Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNTRAVEL.COM, ACEH - Aceh mempunyai 1.146 sanggar kesenian dengan 8.214 seniman dan budayawan.
Mereka inilah yang menjadi pelaku, promotor, dan penjaga benteng budaya Aceh.
Namun dari puluhan tarian tradisional tersebut, kini beberapa di antaranya dinyatakan hampir punah akibat tergerus modernisasi.
Untuk melestarikan keseniannya, Direkterat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Balai Pelesterian Nilai Budaya Aceh-Sumut menghelat pertunjukan bertajuk "Pergelaran Revitalisasi Seni yang Hampir Punah".
Pertunjukan empat tarian tradisional Aceh yang dinyatakan hampir punah itu dipentaskan di Gedung Taman Budaya Banda Aceh, Selasa (22/11/2016).
Keempat tarian yang dimaksud adalah tari laweut, sining, lamdoq sampot, dan rapa’i geurimpheng.
Riwayat Tari
Tari laweut berasal dari Pidie, yang lazim dimainkan oleh delapan perempuan.
Tarian yang muncul sejak zaman penjajahan Belanda ini berisikan syair shalawat kepada Nabi Muhammad disertai irama khas yang menunjukkan patriotisme rakyat Aceh.
Tari ini dulunya dimainkan oleh para perempuan di pesantren-pesantren sebagai suatu bentuk hiburan internal usai belajar agama malam harinya.
Sementara tari sining berasal dari dataran tinggi Gayo yang dimainkan oleh dua pria dewasa di atas papan atau kayu.
Serambi Indonesia/M Anshar
Sining bermakna gerakan yang melingkar indah, menggambarkan gerakan burung wo.
Gerak tari ini dominan berlawanan dengan arah putaran bumi.
Sepintas tarian ini mirip tari didong dan tari guel, dua tarian dari Tanah Gayo yang cukup populer.