TRIBUNTRAVEL.COM - Lagi liburan ke Makassar, Sulawesi Selatan?
Jika iya, ada satu tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi, nih!
Salah satu tempat wisata paling ikonik di sini adalah Benteng Fort Rotterdam yang menyimpan banyak fakta unik, sejarah, hingga koleksi menarik.
Benteng Fort Rotterdam bukan hanya bangunan peninggalan masa lalu, tapi juga saksi bisu perjalanan panjang Makassar sebagai pusat perdagangan.
Baca juga: 7 Destinasi Wisata di Taman Nasional Bantimurung Maros, Sulawesi Selatan
Dengan menjelajahi tempat wisata ini, kamu bisa menemukan fakta unik, sejarah, hingga koleksi yang bikin liburan terasa berbeda.
Benteng bergaya arsitektur Belanda ini punya suasana klasik yang cocok banget buat spot foto instagramable.
Bangunan bersejarah peninggalan penjajah Belanda ini terletak di Jalan Ujung Pandang, Kelurahan Bulo Gading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Sebagian warga Makassar menyebutnya dengan Benteng Panynyua atau benteng penyu.
Hal ini karena jika dilihat dari ketinggian, benteng ini menyerupai penyu yang sedang berjalan menuju laut.
Baca juga: Itinerary Makassar 2 Hari 1 Malam dengan Pasangan, Liburan Romantis Bujet Rp 1 Juta
Benteng Fort Rotterdam, telah ada sejak abad ke 17.
Bahkan dari benteng inilah, kamu bisa melihat bagaimana gambaran kejayaan di masa kolonial.
Menjadi bagian dari Sulawesi Selatan, Benteng Fort Rotterdam memang diketahui menjadi benteng termegah dan menawan yang ada di Sulawesi Selatan.
Bahkan ada sebuah catatan yang pernah menggambarkan bahwa benteng ini sebagai benteng terbaik yang ada di Asia.
Benteng ini pernah mendapatkan julukan sebagai Benteng Jumpandang atau Ujung Pandang dan berjaya pada abad ke 17.
Baca juga: Itinerary Liburan ke Bone Sulsel Bujet Rp 230 Ribu, Berangkat dari Makassar Naik Mobil
Saat itu, kesultanan yang memerintah yakni Kesultanan Gowa dengan 17 benteng yang tersebar di hampir seluruh Makassar.
Tetapi dari semua yang ada, Fort Rotterdam merupakan yang termegah dan juga tetap terpelihara.
Dulunya yang membangun tempat benteng ini adalah Raja Gowa ke 10 dengan nama Imanrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung.
Dia juga disebut dengan nama Karaeng Tunipalangga Ulaweng.
Tetapi saat itu bentuk dari benteng ini memang belum seperti sekarang.
Baca juga: Attayang Sunset Meriahkan Anjungan Pantai Losari di Mariso, Makassar, Sulawesi Selatan Tiap Bulan
Bentuk awalnya adalah benteng segi empat seperti kebanyakan benteng lainnya yang bergaya Portugis. Tidak ada perubahan yang berarti hingga tahun 1634.
Barulah adanya perubahan bentuk ini terjadi tanggal 9 Agustus 1634 yang mana pada tahun tersebut adalah pada masa Sultan Gowa ke 14 dan bernama I Mangerangi Daeng Manrabbia.
Ia memiliki gelar sebagai Sultan Alauddin.
Beliau mulai membuat dinding dari batu padas hitam dan didatangkan dari daerah Maros.
Kemudian ada perubahan lagi di tahun 1635 tepatnya tanggal 23 Juni.
Di tahun inilah dibangun lagi sebuah dinding kedua yang ada di dekat pintu gerbang.
Baca juga: Harga Tiket Masuk Pantai Ujung Batu di Barru, Sulawesi Selatan & Panduan Rute dari Makassar
Benteng Fort Rotterdam
Tetapi pada akhirnya benteng ini ternyata mengalami kehancuran ketika Belanda menyerang berkali-kali di tahun 1655 hingga 1669.
Pada saat itu Kesultanan Gowa dipimpin oleh Sultan Hasanuddin.
Penyerangan benteng memiliki tujuan untuk bisa menguasai jalur perdagangan rempah-rempah yang ada di Makassar dan membuka jalur perdagangan Banda dan Maluku.
Disebutkan bahwa benteng ini sempat hancur dan Kesultanan Gowa kalah.
Tetapi karena lokasinya strategis akhirnya dibangun kembali oleh Gubernur Jendral Speelman yang membangunnya dengan gaya arsitektur Belanda.
Bentuknya hingga saat ini bisa kamu lihat.
Sebelumnya memang bentuk benteng adalah segi empat dengan empat bastion juga.
Kemudian diubah dan ditambahkan satu bastion di sebelah barat.
Namanya pun diubah menjadi Benteng Fort Rotterdam yang merupakan nama dari tempat kelahiran si Speelman.
Dulunya di masa kolonial, benteng ini menjadi pusat pemerintahan Belanda tepatnya di area timur Indonesia.
Koleksi di Benteng Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam memiliki beberapa saksi bisu akan sejarah Indonesia.
Seperti adanya Museum La Galigo sampai tempat dimana Pangeran Diponegoro yang pernah ditahan ada di Benteng Fort Rotterdam.
Ketika kamu datang, maka dipersilakan untuk mengisi buku tamu dan tujuan kunjungan seperti apa.
Ada beberapa bangunan yang digunakan sebagai museum cagar budaya di dalam benteng.
Bangunan ini masuk dalam pengawasan kantor Badan balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan.
Termasuk juga lima bastion Benteng Fort Rotterdam yang memiliki ciri khas bangunan tersebut.
Dari kelima bastion ini adalah Bastion bacan yang ada di sebelah barat tepatnya di bagian tengah benteng.
Ada juga Bastion Buton di sudut barat laut, Bastion Amboina juga yang ada di sudut tenggara serta Bastion Mandarasyah yang ada di sudut timur laut.
Tiap-tiap bastion ini dihubungkan dengan dinding benteng kecuali untuk bagian selatan yang memang tidak ada dinding di sana.
Diantara bastion bacan dan Amboina memang tidak terhubung dengan dinding.
Benteng Fort Rotterdam ini memiliki luas 2,5 hektar dan di dalamnya terdapat 16 buah bangunan dengan total luasnya 11.605,85 meter persegi.
Sangat tepat jika kamu ingin menggunakan waktu seharian untuk menjelajah apa saja yang ada di dalam benteng.
Di dalam area benteng juga tersedia bangunan yang sangat bersejarah dimana bangunan kecil ini ternyata menjadi tempat Pangeran Diponegoro ditahan ketika pada masa penjajahan Belanda.
Ruangan sempit ini berada di samping Museum La Galigo.
Saat itu Pangeran Diponegoro ditangkap setelah berperang dengan Belanda selama lima tahun.
Perang berakhir karena Pangeran Diponegoro dijebak pada sebuah perundingan damai.
Ia dibuang ke Manado dan di tahun 1834 ia dipindah ke benteng Fort Rotterdam ini.
Ketika kamu berlibur atau mengunjungi benteng ini, jangan lupa untuk mampir ke Museum La Galigo yang ada di dalam kompleks benteng.
Museum ini disebut sebagai museum tertua yang ada di Sulawesi Selatan dan berisi lima ribu koleksi.
Menjadi fakta yang unik bahwa ada miniatur perahu pinishi, alat bercocok tanam tradisional hingga alat transportasi lawas bisa kamu temukan di dalamnya.
Keunikan lain adalah ada banyak peninggalan dari bebagai kerajaan yang pernah berkuasa di Sulawesi Selatan seperti Kerajaan Bone, Luwu, Gowam Sawitto hingga Wajo.
Museum ini juga pernah nonaktif atau terhenti di masa kependudukan Jepang.
Tetapi akhirnya dirintis lagi oleh para budayawan setelah adanya pembubaran Negara Indonesia Timur.
Fakta berikutnya adalah meskipun dinding benteng ini kokoh tetapi pintu utama ternyata berukuran cukup kecil.
Bentuk bentengnya juga mirip dengan hewan penyu jika dilihat dari udara.
Karena lokasinya dekat laut maka penyu tersebut seolah akan berenang ke laut.
TribunTravel.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.