TRIBUNTRAVEL.COM - Kalau liburan ke Aceh, jangan lewatkan serunya mampir ke Kota Langsa yang punya banyak pesona alam.
Salah satu yang wajib dikunjungi adalah Kuala Langsa dengan ikon terkenalnya, yaitu Hutan Mangrove Langsa yang sudah dikenal wisatawan lokal hingga mancanegara.
Wisata Hutan Mangrove Kota Langsa atau dikenal juga dengan Hutan Mangrove Langsa menjadi satu di antara ikon wisata populer Aceh.
Banyak yang bilang kalau Wisata Hutan Mangrove Kota Langsa ini jadi spot ekowisata paling ternama di Aceh.
Baca juga: Bak Surga Tersembunyi, Intip PesonaLawe Gurah di Ketambe, Aceh Tenggara, Aceh
Dengan hamparan pepohonan bakau yang hijau, tempat ini menawarkan suasana tenang sekaligus pemandangan indah yang instagramable.

Di kawasan ini, kamu bisa berjalan santai di jembatan kayu panjang sambil menikmati udara segar khas hutan bakau.
Spot fotonya juga banyak banget, cocok buat koleksi liburan atau sekadar bersantai bareng teman.
Hutan manggrove di Kota Langsa merupakan salah satu kawasan hutan manggrove terlengkap di dunia yang memiliki 38 jenis spesies bakau atau mangrove.
Baca juga: Kafewe Ise-ise, Tempat Wisata Baru dan Gratis di Gayo Lues, Aceh Tengah yang Ramah Anak
Dengan beragamnya jenis spesies manggrove tersebut, selama ini manggrove juga dijadikan sarana edukasi bagi anak sekolahan bahkan untuk penelitian.
Selama ini untuk menjaga mangrove dari penebangan liar, Wali Kota Langsa Usman Abdullah (Toke Seum) termasuk fokus melakukan berbagai langkah dan pengawasan.
Termasuk pengawasan juga dilakukan oleh Kesatuan Penjaga Hutan (KPH) Wilayah III dibawah Dinas Kehutanan Provinsi Aceh yang berkantor di Kota Langsa.
Wali Kota Langsa bahkan sejak berapa tahun ini fokus menyulap mangrove Kuala Langsa menjadi Objek Wisata unggulan yang sudah dikenal hingga ke mancanegara.
Baca juga: Intip Pesona Puncak Genting di Gayo Lues, Aceh, Cocok untuk Liburan Bareng Keluarga
Namun, pengawasan dan pengembangan kawasan mangrove ini terasa lambat berjalan karena belum ada dukungan khusus atau komitmen Pemerintah Pusat.
Selama ini, Pemko Langsa dengan menyisihkan anggaran APBK maupun jatah Otsus membuat berbagai fasilitas di kawasan Objek Wisata Mangrove Kuala Langsa.
Tujuannya agar hutan mangrove Kuala Langsa ini bisa tetap terjaga dari perambahan liar, para pelaku pembuat arang bakau yang dirasa saat ini menjadi masalah utama bagi keberlangsungan mangrove.
Saat ini ekowisata Hutan Manggrove menjadi salah satu objek wisata paling diminati di Kota Langsa, bahkan pada tahun 2019 Kota Langsa mendapatkan juara 1 Anugerah Pesona Indonesia (API) kategori ekowisata terpopuler di Indonesia.
Baca juga: Pengalaman Seru Jajal Ekspedisi Sungai Purba Dibuka untuk Wisatawana, Lintasi 3 Kabupaten di Aceh
Pemko Langsa telah berupaya menjalankan konsep konservasi berbasis kesejahteraan melalui pengembangan ekowisata hutan manggrove, dan selama ini telah menanam mangrove sekitar 2,3 juta batang.
Kawasan hutan manggrove merupakan pelindung dari abrasi air laut, sehingga bila ada gelombang pasang besar air laut mengarah ke pemukiman penduduk, dapat terhalang oleh pohon-pohon mangrovr.
Mangrove juga menjadi tempat berkembang biaknya biota-biota laut dan organisme laut lainnya, seperti udang, ikan dan kepiting.
Kemudian mangrove juga memberikan manfaat dalam bidang ekonomi, karena pohon manggrove tersebut bisa diolah menjadi berbagai benda hiasan atau kerajinan, bahkan di kota langsa dijadikan sirup manggrove.
Baca juga: Desa Wisata Iboih Jadi Spot Favorit di Sabang Aceh Buat Lihat Lumba-lumba
Manfaat yang paling penting adalah mencegah pemanasan global.
Karena di era industri saat ini, banyak pabrik, kendaraan bermotor, dan peralatan lainnya yang menimbulkan emisi gas karbon.
Sehingga mencemari udara yang mengakibatkan pemanasan global.
Suhu bumi saat ini setiap tahunnya semakin meningkat, yang menyebabkan semakin cepat cairnya es di kutub.
Hal ini sesuai dengan pidato Presiden Republik Indonesia. Joko Widodo, pada KTT COP26 tentang perubahan iklim.
Sebagaimana dikutip dari chanel youtube Sekretariat Presiden RI mengatakan bahwa.
Perubahan iklim adalah ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global.
Solidaritas, kemitraan, kerjasama, kolaborasi global, merupakan kunci.
Dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus bekontribusi dalam penanganan perubahan iklim.
Laju deforestasi turun signifikan, terendah dalam 20 tahun terakhir.
Kebakaran hutan juga turun 82 persen di tahun 2020.
Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600 ribu hektare di 2024, terluas di dunia.
Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 sampai 2019.
Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai carbon net sink, selambatnya tahun 2030.
Kami terutama negara yang mempunyai lahan luas yang hijau dan berpotensi dihijaukan, serta negara yang memiliki laut luas yang potensial menyumbang karbon, membutuhkan dukungan dan kontribusi dari internasional, dari negara-negara maju.
Indonesia akan terus memobilisasi pembiayaan iklim dan pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.
Penyediaan pendanaan iklim dengan pendanaan negara maju merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.
Indonesia akan dapat bekontribusi lebih cepat bagi net zero emissions dunia.
Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan?
Ini butuh aksi, butuh implementasi secepatnya.
Selain itu carbon market dan carbon price harus menjadi bagian dari isu perubahan iklim.
Ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil harus diciptakan.
Sebagai penutup di KTT ini, atas nama Forum Negara-negara Kepulauan dan Pulau Kecil (AIS), Indonesia merasa terhormat bisa mensirkulasikan pernyataan bersama para pemimpin AIS Forum.
Sudah jadi komitmen AIS Forum untuk terus memajukan kerjasama kelautan dan aksi iklim di UNFCCC.
TribunTravel.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.