TRIBUNTRAVEL.COM - Vihara Thay Hin Bio bisa jadi rekomendasi wisata religi menarik di Kota Lampung'>Bandar Lampung bahkan Lampung.
Sebab berdasarkan penelusuran Tribunlampungtravel.com, wisata religi Vihara Thay Hin Bio merupakan tempat ibadah umat Budha tertua yang usianya hampir mencapai 126 tahun.
Baca juga: Wisata Murah Eco Taman Sari di Pagelaran, Pringsewu, Lampung, Surganya Tanaman Hias dan Buah-buahan
Baca juga: Itinerary Kulineran di Solo 2 Hari 1 Malam Bujet Rp 2,5 Juta Berdua: Jadul Sampai Kafe Hits
Menurut Wirya, Pengurus Vihara Thai Hin Bio, Vihara Thay Hin Bio sudah ada sejak tahun 1896 silam.
Vihara yang bermungkim di Kampung Pacinan Teluk Betung, Kelurahan Pesawahan, kecamatan Teluk Betung Selatan, memiliki desain arsitektur yang sama sekali tidak berubah sejak terakhir direnovasi tahun 1967.
Baca juga: Wisata Lampung, Pantai Tiska Terbaru di Panjang, Bandar Lampung, Lampung Bersih Nan Estetik
Baca juga: Gunung Pancar Bogor, Jawa Barat: Harga Tiket Masuk, Lokasi & Panduan Rute
Kampung Pacinan dikenal dengan kawasan yang sebagian besar dari warganya merupakan etnis keturunan Tionghoa.
Sejak saat itu namanya masih Cettiya Kwan Im Thing sebab masih kecil ukurannya, pasca renovasi dan menjadi besar nama diubah menjadi Vihara Thay Hin Bio atau Vihara yang Besar dan Jaya.
Meski nyaris tidak ada perubahan dari segi arsitektur hingga sekarang, bangunan Vihara Thay Hin Bio tetap dilakukan pembaharuan untuk catnya.
"Dari dulu arsitekturnya begini saja bentuknya karena sangat disayangkan bila bangunan bersejarah ini dirubah, kayu-kayu yang asalnya dari Kalimantan ini semuanya masih kokoh juga, jadi kami perbaharui catnya saja," kata Wirya.
Dari luar, bangunan Vihara Thay Hin Bio sangat menarik perhatian orang yang melihatnya.
Sebab bangunan megah tersebut hampir seluruhnya berwarna merah, begitupun dengan gaya arsitektur bangunan yang sangat kental akan budaya Tiongkok.
Tepat di depan bangunan Vihara Thay Hin Bio juga banyak ornamen bola lampion berwarna merah tergantung berderet di langit-langit jalan raya.
Sehingga membawa kesan seperti sedang berada di wilayah Tiongkok.
Pintu gerbang Vihara Thay Hin Bio terlihat membentuk setengah oval dengan tulisan aksara mandarin berwarna kuning dihias dengan beberapa motif sanghai.
Sementara di atapnya terlihat banyak pahatan membentuk hewan legendaris yaitu naga.
Saat sudah masuk ke dalam, yang terlihat pertama kali adalah halaman dengan dua bangunan pagoda di sisi kanan dan kirinya.
Ada tiga pintu terbuka lebar dimuka bangunan vihara, yakni satu pintu besar di antara dua pintu kecil.
Saat melihat ke bagian atas pintu tengahnya ada tulisan mandarin berwarna emas berlatar hitam.
Pintu kecil di sudut kiri digunakan sebagai akses masuk pengunjung vihara, sedangkan sebelah kanan adalah pintu keluarnya.
Aturan akses masuk tersebut selain untuk menerepakan praktik protokol kesehatan kala pandemi juga mengarah pada suatu makna kehidupan melalui lukisan yang terpajang di dekat pintu.
Pada tembok pinggiran pintu utama vihara dipercantik oleh lukisan timbul yang hampir memenuhi bibir pintunya.
Wirya mengatakan lukisan-lukisan tersebut memiliki makna mendalam ajaran Budha terkait
filosofi hidup bahwa manusia harus terus semangat saat belajar meski harus banyak rintangan.
"Ada gambar orang masih muda bawa daun seperti naik tangga, ini maknanya harus semangat ketika mau menuntut ilmu melewati berbagai macam rintangan."
"Lalu begitu sudah dapat ilmu pulangnya lewat tangga di pintu samping sebelah kanan ini, ada lukisan orang tua bawa buku melewati rintangan kalau tidak hati-hati juga bisa jatuh," kata Wirya.
Memasuki area dalam situasi ruangan Vihara Thay Hin Bio masih dipenuhi dengan ratusan lilin besar berwarna merah menyala dari ujung teras pintu masuk utama.
Bangunan Vihara Thay Hin Bio memiliki dua lantai, satu di antara lantai dasar dinamakan Ruang Bhaktisala sedangkan lantai dua bernama Ruang Dharmasala.
Ruang Bhaktisala meliputi altar untuk sembahyang dan tepat di sudut tengah altar, nampak patung Dewi Kwan Im bawan Po Heng (orang Tiongkok) yang dahulu berhasil diselamatkan akibat sapuan ombak tsunami letusan Gunung Krakatau tahun 1883.
Beragam jenis perlengkapan sembahyang tersusun rapih di hadapan Patung Dewi Kwan Im.
Patung Dewi Kwan Im dalam Vihara Thay Hin Bio menjadi saksi sejarah panjang pembangunan tempat ibadah tertua umat Budha hingga saat ini.
Cerita sejarah terukir pada permukaan keramik yang menempel ditembok dalamnya menggunakan aksara mandarin.
Sejarahnya kurang lebih Vihara Thay Hin Bio dulunya adalah sebuah cetiya bernama Avalokiteswara.
Baca juga: Itinerary Solo 1 Hari, Bujet Hemat Rp 150 Ribu Sudah Tiket Wisata & Kulineran
Lokasinya dahulu ada di tempat yang saat ini sudah menjadi area Gudang Agen, sebab bangunan dipindahkan karena dahulu sempat rusak akibat diterjang tsunami letusan Gunung Krakatau.
Patung Dewi Kwan Im saat itu berhasil ditemukan dengan selamat lalu Po Heng membawa patung ke
suatu tempat yang disebut “tanjakan residen”.
Pada tahun 1896, cettiya kembali didirikan dan diberi nama Kuan Im Thing atau persinggahan Dewi Kuan Im.
Bangunan merupakan hasil dari penggalangan dana dari masyarakat yang kemudian diserahkan pada Yayasan Mahopadi.
Bangunan cettiya direnovasi menjadi vihara pada tahun tahun 1967, karena jumlah pengunjung terus meningkat.
Menurut Wirya, masih banyak wisatawan di luar umat Budha juga datang untuk sekadar berfoto
maupun melihat-lihat arsitektur bangunan.
Wisatawan banyak yang mempir sebab lokasi vihara berada tepat di depan toko oleh-oleh Lampung.
Tidak hanya itu, sering kali Vihara Thay Hin Bio juga menjadi lokasi tujuan kunjungan edukasi untuk para pelajar dan mahasiswa yang hendak melakukan penelitian.
(TribunTravel.com)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.