TRIBUNTRAVEL.COM - Gaya hidup berkelanjutan kini bukan lagi sekadar tren, tapi sudah menjadi bagian dari identitas para wisatawan modern.
Mereka tak hanya peduli pada keindahan destinasi, tapi juga pada etika dalam berbelanja dan produk yang mereka gunakan saat traveling.
Di tengah kebutuhan akan produk fungsional dan ramah lingkungan, hadir Elyaza, brand lokal yang memadukan unsur budaya Indonesia dengan desain tas kekinian berbahan daur ulang.
Elyaza bukan sekadar brand tas biasa, melainkan sebuah gerakan kecil yang mengajak wisatawan untuk tampil gaya sambil menjaga warisan budaya dan lingkungan.
Baca juga: Lebih dari Sekadar Perabot, Yukayu Karya Octafianti Hadirkan Estetika Kayu untuk Penggemar Seni
Setiap tas Elyaza dirancang dengan detail penuh makna, memadukan motif khas Nusantara dengan material ramah lingkungan yang kuat dan tahan lama.

Elyaza digagas oleh Novi Tri Rahayu dari Wonogiri, Jawa Tengah yang kini telah dikenal banyak orang.
Bermula dari kegelisahan dan kebingungan memulai usaha tanpa modal besar, lahirlah Elyaza, sebuah brand kerajinan tangan berbasis plastik daur ulang yang mengangkat nilai kreativitas, keberlanjutan, dan pelestarian budaya.
Kisah Elyaza bermula ketika Novi mencari ide usaha di tengah masa sulit.
Baca juga: Karya Aksara Jawa di Solo, Kerajinan Bernuansa Tradisi yang Cocok untuk Oleh-Oleh
Ia mengaku tidak memiliki dana besar untuk memulai bisnis, sehingga harus kreatif dengan memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitarnya.
"Pada waktu itu corona, saya bingung mau usaha apa. Terus ada plastik, kemudian aku browsing-browsing cara membuat tas menggunakan plastik," kenangnya saat diwawancarai Cenderaloka pada 30 April 2025.
Dari pencarian sederhana di internet, Novi menemukan teknik menganyam plastik bekas menjadi tas dan produk kerajinan lain.
Tak disangka, eksperimen kecil ini berkembang menjadi lini produk kreatif dengan nilai ekonomi dan artistik.
Baca juga: Oleh-oleh Bunaken Ramah Kantong: Suvenir hingga Kaos 3 Item Rp 100 Ribu
Meski telah menghasilkan produk yang unik dan bernilai, Novi menghadapi tantangan besar di bidang pemasaran digital.
Sebagai pelaku UMKM dari daerah, keterbatasan akses terhadap pelatihan teknologi menjadi hambatan tersendiri.
"Saya masih gagap teknologi. Sebenernya sudah dipasarkan di Shopee, tapi mengapa tidak FYP (viral) gitu," ungkapnya.

Meskipun telah mencoba menjual produknya lewat Shopee dan TikTok, hasil yang diperoleh masih terbatas.
Jumlah penjualan saat melakukan siaran langsung di TikTok, pembelinya bisa hanya bisa dihitung jari saja.
Baca juga: Oleh-oleh Solo Bernuansa Lokal: Baju & Tas Aksara Jawa yang Penuh Makna
Kesulitan ini tak membuat Novi menyerah. Ia tetap berpegang pada filosofi bahwa setiap produk Elyaza tidak hanya menjadi barang konsumsi, tapi juga cerminan karakter dan permintaan pelanggan.
Novi sering menerima pesanan custom, di mana pelanggan berbagi cerita atau harapan tertentu yang kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk dan desain produk.
"Kita harus menyesuaikan karakter beliau," ujarnya, menekankan pentingnya sentuhan personal dalam setiap karya yang dihasilkan.
Tak berhenti pada aspek daur ulang dan keberlanjutan, Novi juga membawa sentuhan budaya lokal ke dalam karyanya.
Ia bereksperimen dengan desain yang terinspirasi dari kebaya, pakaian tradisional Indonesia yang selama ini identik dengan acara formal.
"Biasanya kita mikirnya kebaya hanya bisa digunakan untuk menghadiri pernikahan. Tapi saya ingin memberi kesan bahwa kebaya kutu baru bisa dikenakan untuk sehari-hari," katanya.
Baca juga: Madu Al Ghozi, Oleh-oleh dari Bandar Lampung Mulai Rp 35 Ribu Aja
Ia memadukan kebaya dengan kain tenun, ecoprint, dan batik ciprat agar tampil lebih kasual dan inklusif, serta bisa dijangkau oleh berbagai kalangan.
Dengan demikian, Elyaza tidak hanya menyuarakan isu lingkungan, tapi juga melestarikan kekayaan budaya lokal dengan pendekatan yang lebih kontekstual dan modern.
Meski memiliki visi besar, Novi menyadari bahwa keterbatasan di daerah masih menjadi tantangan serius bagi UMKM seperti miliknya.
Ia berharap ada dukungan nyata dari pemerintah, terutama dalam bentuk pelatihan branding, pemasaran digital, serta bantuan modal usaha.
"Saya ingin dari pemerintah memberikan modal usaha atau pelatihan-pelatihan bagaimana caranya branding, bagaimana cara membuat packaging yang baik," harap Novi.
Besar harapan Novi, adanya pelatihan dan dukungan langsung dari pemerintah terhadap UMKM agar semakin berkembang.
"Mengapa dari pemerintah tidak ada pelatihan ke masyarakat? (Perkembangan zaman) ini kan bisa diakses buat yang memahami internet, kalau yang di pedesaan tidak tahu, jadi penting mengetahui perkembangan zaman. Apalagi sekarang ada QRIS seperti itu, tidak tahu," jelas Novi.
"Perkembangan zaman ini bisa diakses oleh yang paham internet. Tapi di desa? Banyak yang tidak tahu. Penting ada penyuluhan," ujarnya.
Menurutnya, literasi digital dan keuangan digital, seperti penggunaan QRIS, juga harus dikenalkan kepada pelaku UMKM di daerah agar mereka tidak tertinggal.
Dalam pesannya kepada generasi muda, Novi berharap akan ada lebih banyak anak muda yang tertarik untuk mengolah potensi budaya dan sumber daya lokal menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.
Ia menekankan bahwa warisan budaya seperti batik, tenun, dan kerajinan tangan memiliki masa depan cerah jika dikelola dengan kreativitas dan semangat kolaborasi.
"Semoga ada yang ingin melestarikan batik-batik di Indonesia. Banyak kerajinan di Indonesia kalau diolah kembali," tutur Novi.
"Semakin ke sini, semoga anak-anak masa kini mau belajar, mau berusaha untuk melestarikan budaya di Indonesia. Apa yang sudah dimiliki tinggal dikelola dan dikolaborasikan dengan banyak pihak," jelasnya Novi.
Hal itu membuat Novi beraharap agar anak muda mau melestarikan budaya dan belajar.
"Semoga anak-anak masa kini mau belajar, mau berusaha untuk melestarikan budaya Indonesia," katanya.
Novi juga berpesan agar generasi muda tidak takut untuk memulai usaha, terutama menjadi perajin.
Mengingat banyaknya budaya Indonesia yang bisa diolah, tentu bisa jadi tolok ukur anak muda dalam memulai sebuah usaha.
Novi berpesan bagi anak mudah yang ingin menjalankan usaha untuk jangan takut menemui kegagalan.
"Tidak usah takut gagal, karena kegagalan suatu saat akan memberikan kesuksesan," tutupnya.
Kisah Novi dan Elyaza menjadi bukti bahwa dari keterbatasan bisa lahir inovasi yang berdampak luas.
Dengan semangat pantang menyerah, kreativitas tanpa batas, dan kepedulian terhadap lingkungan serta budaya, Elyaza bukan sekadar usaha kerajinan tangan, tetapi juga simbol ketahanan, harapan, dan masa depan yang lestari.
(Cynthiap/Tribunshopping.com) (TribunTravel/nurulintaniar)
Artikel ini telah tayang di Tribunshopping.com dengan judul Kisah Elyaza, Ingin Tularkan Semangat Usaha Melalui Upaya Lestarikan Budaya Indonesia
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.