TRIBUNTRAVEL.COM - Kain lurik tak hanya sekadar kain tradisional warisan budaya, tetapi bisa menjadi inspirasi dalam membangun usaha berkelanjutan.
Itulah yang dilakukan Anita Alvin, perempuan asal Klaten, Jawa Tengah, yang sukses mengangkat nilai budaya lokal melalui brand fashion bernama Anita Alvin.
Baca juga: Julia Craft Klaten: UMKM Kerajinan Tangan Handmade yang Tumbuh dari Hobi dan Cinta

Baca juga: Itinerary Klaten 1 Hari dari Jogja, Wisata Alam & Nongkrong Seru Cuma Rp 195 Ribu
Berawal dari hobi menjahit setelah lulus dari sekolah kejuruan jurusan tata busana, Anita mulai merintis jasa jahit pribadi pada tahun 2009.
Seiring waktu, ia mengembangkan brand sendiri yang tidak hanya menjual produk pakaian, tapi juga menyuarakan filosofi slow fashion dan keberlanjutan lingkungan.
Baca juga: Itinerary Klaten 1 Hari dari Solo, Jelajahi 3 Wisata Seru & Kuliner Lokal Cuma Rp 130 Ribu
Baca juga: Itinerary Pendakian Gunung Kembang Keberangkatan Klaten, Siapkan Bujet Rp 280 Ribuan per Orang
“Awalnya hanya menerima jahitan biasa, tapi dalam lima tahun terakhir saya mulai fokus merancang busana dengan konsep kuat. Salah satunya memanfaatkan kain lurik dan bahan ramah lingkungan,” ungkap Anita saat diwawancarai Cenderaloka.
Kini, produk-produk milik Anita Alvin telah melenggang di berbagai panggung bergengsi seperti Miss Global, Duta Anti Narkoba, hingga Klaten Fashion Festival, membawa nama daerahnya ke panggung nasional bahkan internasional.
Baca juga: Itinerary Wisata Kuliner Klaten 2 Hari 1 Malam, Wajib Coba Sarapan di Kedai Kopi Rukun
Lurik, Alam, dan Filosofi Sustainable Fashion
Yang membedakan brand Anita Alvin dari UMKM fashion lainnya adalah keberaniannya dalam memadukan kain lurik khas Klaten dengan model busana modern, semi-formal, dan kasual.
Tak hanya fokus pada penampilan luar, Anita juga memperhatikan keberlanjutan bahan yang digunakan.
“Sebagian besar bahan kami berasal dari warna alam. Jadi benar-benar untuk bumi, kembali ke bumi,” tuturnya.
Warna-warna alami dan potongan desain yang timeless menjadi ciri khasnya.
Produk Anita Alvin tidak mengejar tren cepat, melainkan busana yang bisa dipakai dalam jangka waktu panjang dan tetap relevan.

Komunitas dan Kreativitas Jadi Kunci
Dalam perjalanannya membangun bisnis, Anita tak sendirian.
Ia aktif di komunitas FADESKA (Fashion Designer Klaten) yang menurutnya banyak membantu proses belajar, terutama dalam hal branding, pemotretan produk, dan strategi pemasaran.
“Dari komunitas saya belajar pentingnya identitas lokal dan bagaimana memasarkan produk tanpa menghilangkan ciri khas budaya,” jelasnya.
Untuk proses produksi, Anita masih turun tangan langsung dalam mendesain. Ia dibantu oleh beberapa penjahit dalam penyelesaian produk.
Bahkan, sisa kain atau limbah produksi tak dibiarkan terbuang percuma. Ia berusaha menerapkan konsep zero waste.
“Potongan kecil kain kami olah kembali jadi aksesori seperti topi, tas, atau bros. Semua tetap ada nilai pakainya,” ujar Anita.
Produk Eksklusif dan Penjualan Personal
Dalam menjaga kualitas, Anita memilih sistem penjualan by order, bukan produksi massal.
Ia juga tidak terlalu mengandalkan platform marketplace.
“Kami ingin menjaga eksklusivitas. Setiap desain punya nilai seni, dan itu harus dijaga. Tidak bisa diperlakukan seperti produk pabrikan biasa,” tegasnya.
Dengan tagline “Merawat Karya Agung Leluhur”, Anita berharap setiap produknya bisa menjadi bagian dari pelestarian budaya, khususnya kain lurik sebagai simbol lokalitas Klaten.

Hadapi Tantangan dengan Semangat Inklusif
Meski telah menorehkan banyak prestasi, Anita tak menampik tantangan yang masih dihadapinya.
Salah satunya adalah mindset masyarakat yang masih cenderung memilih produk massal dengan harga murah tanpa memikirkan proses di baliknya.
“Produk kami mungkin tidak murah, tapi ada proses panjang, tenaga, dan nilai budaya di dalamnya. Itu yang ingin kami edukasikan,” kata Anita.
Di balik semua itu, Anita juga punya misi sosial.
Ia terbuka untuk melibatkan kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas, dalam proses produksi.
Dengan begitu, UMKM-nya bisa memberi dampak ekonomi dan sosial sekaligus.

Pesan untuk Generasi Muda
Bagi generasi muda yang ingin terjun ke dunia kreatif, Anita punya pesan sederhana tapi mendalam:
“Jangan ragu berkarya. Hargai budaya sendiri. Ciptakan karya yang tak hanya mengikuti tren, tapi punya nilai. Pakai baju yang bisa bertahan lama, bisa didaur ulang. Itu cara kita merawat bumi juga.”
Dalam era industri cepat dan budaya konsumtif, kiprah UMKM seperti Anita Alvin menjadi contoh nyata bahwa fashion bisa menjadi media untuk melestarikan budaya, menjaga lingkungan, dan membangun ekonomi lokal yang inklusif.
Jika kamu tertarik dengan karya-karya Anita Alvin, kamu bisa menemukannya lewat pameran lokal, komunitas desainer, atau memesan langsung melalui kanal pribadi brand-nya.
Fashion bukan sekadar tren di tangan orang yang tepat, ia bisa menjadi warisan hidup yang menyatukan seni, budaya, dan masa depan yang berkelanjutan.
(Cynthiap/Tribunshopping.com) (Ambar/TribunTravel)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.