TRIBUNTRAVEL.COM - Pernahkah kamu mendengar pengumuman, "Jika ada dokter di dalam pesawat, harap tekan tombol panggilan pramugari?"
Momen seperti ini biasanya membuat kita berharap penumpang yang membutuhkan bantuan baik-baik saja.
Baca juga: Mudah Menangis Saat Naik Pesawat? Ini Penjelasannya

Baca juga: 7 Tiket Pesawat Murah Jakarta-Lombok, Terbang Langsung Rp 1,4 Jutaan
Namun, hal ini mungkin juga membuat kamu bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika keadaan memburuk?
Atau bagaimana prosedur saat ada seseorang meninggal di dalam pesawat?
Baca juga: 3 Tiket Pesawat Murah Banjarmasin-Bali, Terbang Akhir Pekan Mulai Rp 770 Ribuan
Baca juga: Tiket Pesawat Murah Makassar-Manado dari 3 Maskapai, Pilihan Tarifnya Beragam
Pedoman IATA untuk Keadaan Darurat Medis di Dalam Pesawat
Dilansir dari simpleflying, kematian di dalam pesawat mungkin menjadi ketakutan terbesar bagi kru penerbangan, tetapi mereka sudah dilatih untuk menangani skenario seperti ini.
IATA (International Air Transport Association) memiliki pedoman untuk keadaan darurat medis dan kematian di dalam pesawat.
Kru penerbangan harus melakukan resusitasi jantung paru (CPR) sampai salah satu dari kondisi berikut terjadi:
- Pernapasan dan sirkulasi darah kembali normal.
- CPR sulit dilakukan karena turbulensi sedang atau berat.
- Seluruh tim penolong kelelahan dan tidak dapat melanjutkan CPR.
- Pesawat telah mendarat dan penanganan dilanjutkan oleh petugas medis darurat.
Jika CPR telah dilakukan selama lebih dari 30 menit tanpa tanda-tanda kehidupan, dan defibrillator otomatis (AED) tidak dapat memberikan kejutan, orang tersebut dapat dinyatakan meninggal.
Setiap maskapai mungkin memiliki prosedur yang berbeda tergantung pada dukungan medis dari darat atau apakah ada dokter di dalam pesawat.
Ketika seseorang dinyatakan meninggal, kru penerbangan harus segera memberi tahu kapten dan melaporkannya ke bandara tujuan agar otoritas yang berwenang siap menyambut penerbangan tersebut.
Jika memungkinkan, jenazah dipindahkan ke kursi yang jauh dari penumpang lainnya, dengan perhatian khusus untuk menjaga perasaan teman perjalanan maupun penumpang lain.
Baca juga: 8 Tiket Pesawat Murah Jakarta-Kuala Lumpur, Terbang Langsung Tanpa Transit Mulai Rp 600 Ribuan
Pedoman FAA untuk Kematian di Dalam Pesawat

Di bawah hukum AS, "Good Samaritan" memberikan perlindungan hukum bagi mereka yang membantu dalam keadaan darurat medis di dalam pesawat, kecuali jika ada kelalaian serius.
Pedoman FAA mirip dengan IATA; jika CPR dilakukan selama 30 menit atau lebih tanpa tanda-tanda kehidupan, dan AED tidak menyarankan kejutan, upaya penyelamatan dapat dihentikan.
Pelatihan Medis Kru Penerbangan
Sebagian besar maskapai memiliki kebijakan ketat yang mewajibkan kru penerbangan untuk menjalani pelatihan respons darurat medis, termasuk CPR dan penggunaan AED.
Di Amerika Serikat, FAA mewajibkan pramugari menjalani pelatihan setiap dua tahun untuk CPR dan penggunaan AED.
Kru penerbangan juga dilatih dalam pertolongan pertama untuk menangani berbagai masalah medis di udara.
Terbang dengan Kondisi Medis
Sebelum memesan penerbangan, pastikan kondisi kesehatanmu memungkinkan untuk terbang dengan aman.
Beberapa kondisi medis tertentu, seperti penyakit menular, komplikasi jantung, atau stroke baru-baru ini, dapat membuat seseorang tidak disarankan untuk terbang karena risiko keselamatan.
Dengan memahami bagaimana kru penerbangan menangani keadaan darurat medis dan kematian, kamu bisa merasa lebih tenang saat terbang.
Lainnya - Menghemat uang untuk penerbangan memerlukan beberapa cara.
Misalnya seorang frequent flyer menggunakan miles mereka untuk penerbangan berhadiah.

Atau pelancong biasa memilih keberangkatan yang lebih lambat.
Dilansir dari simpleflying, cara lain yang sering dilakukan adalah memesan tiket setahun atau lebih sebelumnya, karena harga tiket pesawat biasanya lebih murah.
Saat tanggal keberangkatan semakin dekat, maskapai penerbangan tentu saja menaikkan harga tiket pesawat.
Oleh karena itu, menunggu hingga menit terakhir untuk memesan tiket pesawat biasanya tidak disarankan.
Namun, hal itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
Sementara beberapa pelancong mungkin senang memastikan tanggal perjalanan mereka jauh-jauh hari, yang lain mungkin lebih suka spontanitas memutuskan ke mana mereka ingin pergi, saat bepergian.
Sebagian besar maskapai penerbangan mengizinkan penumpang untuk memesan tiket pesawat sekitar satu tahun sebelumnya, tetapi tidak semua mengikuti protokol yang sama.
Berbeda-beda tergantung maskapainya
Beberapa maskapai penerbangan mungkin hanya menyediakan jadwal penerbangan mereka kurang dari setahun sebelumnya, sementara satu maskapai penerbangan khususnya memiliki jadwal yang tersedia dua tahun dari sekarang.
Pemesanan tiket di muka sangat penting bagi maskapai penerbangan, terutama karena banyak pelancong menantikan perjalanan mereka berikutnya.
Namun, pemesanan tiket tidak boleh terlalu jauh di muka.
Menurut Jessica Spiegel, seorang penulis di Going, maskapai penerbangan AS biasanya membuka jendela pemesanan sekitar 330 hari sebelumnya.
Hal ini dapat ditemukan pada banyak maskapai penerbangan lama dan maskapai penerbangan dengan layanan penuh dengan jaringan rute yang lebih mapan.
Maskapai berbiaya rendah (LCC) dan maskapai berbiaya sangat rendah (ULCC) mengikuti pendekatan yang berbeda, karena mereka menetapkan jadwal penerbangan mulai dari empat hingga sembilan bulan sebelumnya.

Apa konsekuensi pemesanan terlalu awal?
Penumpang yang memilih untuk memesan tiket pesawat pada tanggal yang paling awal mungkin akan mendapatkan harga tiket termurah, tetapi hal itu dapat menimbulkan risiko yang signifikan.
Maskapai penerbangan sering kali mengubah jadwal penerbangan mereka dari jadwal awal.
Jadi, kapan waktu terbaik untuk memesan?
Memesan tiket pesawat di menit-menit terakhir juga bisa menjadi kesalahan yang mahal, karena harga bisa naik selama beberapa bulan dan minggu menjelang keberangkatan.
Hal ini bisa sangat disayangkan bagi pelancong yang memesan tiket pesawat karena keadaan darurat.
Meskipun demikian, menurut Spiegel, tidak ada aturan sederhana atau jumlah hari ajaib sebelum perjalanan yang akan menjamin harga tiket yang lebih murah.
Akan tetapi, mereka yang pesan tiket pesawat beberapa minggu sebelumnya cenderung menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan dengan yang memesan sebulan sebelumnya.

Waktu pemesanan yang optimal
Meskipun maskapai penerbangan dapat menjalankan promosi atau penawaran kapan saja, waktu terbaik untuk memesan tiket pesawat, yang disebut Going sebagai Jendela Goldilocks, adalah satu hingga tiga bulan sebelumnya untuk perjalanan domestik.
Untuk rencana perjalanan internasional, sebaiknya pesan tiket antara dua hingga delapan bulan sebelum tanggal keberangkatan.
Untuk tanggal-tanggal puncak perjalanan, seperti liburan akhir tahun atau musim panas, waktu terbaik untuk memesan tiket adalah sekitar enam bulan sebelumnya.
Hal ini mungkin disarankan mengingat banyaknya wisatawan selama periode tersebut, dan mayoritas tidak memesan tiket jauh-jauh hari.
Ambar/TribunTravel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.