TRIBUNTRAVEL.COM - Pesawat Singapore Airlines mengalami turbulensi ekstrem pada Selasa (21/5/2024).
Diketahui, pesawat Boeing 777-300ER itu sedang dalam perjalanan dari London, Inggris menuju Singapura.
Pesawat dengan nomor penerbangan SQ321 tersebut dilaporkan membawa total 211 penumpang dan 18 kru.
Lalu, bagaimana kronologi pesawat Singapore Airlines mengalami turbulensi hebat?
Baca juga: 3 Tiket Pesawat Murah Surabaya-Kupang dari Lion Air, Simak Tarif dan Jadwal Keberangkatannya
Melansir Tribunnews.com, pesawat Singapore Airlines awalnya lepas landas dari London sekira pukul 22.38 waktu setempat.
Pesawat saat itu hendak terbang menuju Singapura.
LIHAT JUGA:
Namun tepat pukul 08.00 GMT, pesawat tiba-tiba menukik tajam dan meluncur dari ketinggian 37.000 kaki ke 31.000 kaki dalam rentang waktu sekitar tiga menit.
Hal tersebut tercatat dalam situs pelacak penerbangan FlightRadar24.
"Pesawat lepas landas pada pukul 22.38 waktu Inggris. Pesawat itu melaju pada ketinggian 37.000 kaki sebelum turun 6.000 kaki (1.830 m) dalam waktu sekitar tiga menit, menurut data pelacakan penerbangan," informasi dalam situs FlightRadar24.
Pesawat pun bertahan pada ketinggian 31.000 kaki selama 10 menit.
Kemudian pesawat Singapore Airlines tersebut melakukan pendaratan darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand pukul 15.45 waktu setempat.
Terpental hingga terbanting
Menurut data ADS-B yang direkam oleh Flightradar24, pesawat B777-300 ER Singapore Airlines mengalami turbulensi terpental ke atas, lalu terbanting ke bawah, kembali ke ketinggian semula.
Dari data ADS-B vertical speed (kecepatan pesawat naik/turun) dan ketinggian, terungkap bahwa pesawat itu setidaknya mengalami tiga kali lonjakan dan bantingan sebelum kembali ke ketinggian semula, dilaporkan Kompas.com.
Ketiga lonjakan dan bantingan itu terjadi dalam waktu 84 detik, di mana lonjakan dan bantingan ketiga menjadi yang terbesar.
Adapun guncangan pertama terjadi pada ketinggian 37.000 naik ke 37.200 kaki.
Kemudian guncangan kedua terjadi dari 37.200 ke 37.300 lalu turun ke 37.100, di mana pesawat naik 100 kaki dan turun 200 kaki.
Selanjutnya guncangan ketiga dari 37.100 ke 37.400 langsung terjun ke 37.000 kaki.
Saat itu, ketinggian terbang pesawat naik 300 kaki lalu turun 400 kaki.
Baca juga: 4 Fakta Pesawat Singapore Airlines Alami Turbulensi Hebat, Satu Penumpang Tewas
Satu penumpang tewas
Turbulensi hebat yang dialami pesawat Singapore Airlines memang hanya terjadi beberapa menit.
Namun pesawat bergerak naik dan turun drastis hingga menyebabkan seorang pria Inggris berusia 73 tahun tewas.
"Singapore Airlines mengucapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga korban," kata pihak Singapore Airlines dalam sebuah pernyataan, sebagaimana dikutip dari AFP.
"Kami bekerja sama dengan pihak berwenang setempat di Thailand untuk memberikan bantuan medis yang diperlukan, dan mengirimkan tim ke Bangkok untuk memberikan bantuan tambahan yang diperlukan," tambah maskapai tersebut.
Selain itu, turbulensi juga menyebabkan setidaknya 30 penumpang mengalami luka-luka.
Seorang penumpang Singapore Airlines yang mengalami turbulensi ekstrem menceritakan pengalaman horor saat berada di pesawat tersebut.
"Tiba-tiba pesawat mulai miring dan terjadi guncangan yang membuat saya bersiap menghadapi apa yang terjadi, tiba-tiba pesawat merosot tajam. Kemudian yang tak pakai sabuk pengaman terlempar ke langit-langit," kata penumpang bernama Dzafran Amir seperti dikutip dari Reuters, pada Selasa (21/5/2024).
"Beberapa orang kepalanya terbentur kabin di atas dan itu penyok, mereka menabrak tempat lampu dan masker berada dan langsung mengenainya," sambung dia.
Hingga kini belum diketahui secara pasti apa penyebab dari turbulensi yang dialami pesawat Singapore Airlines tersebut.
Namun konsultan senior penerbangan di perusahaan riset pasar Frost and Sullivan, Shantanu Ganga Khedkar, mengatakan bahwa turbulensi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, mulai dari badai, awan, hingga aliran jet.
"CAT terjadi ketika langit benar-benar cerah. Kita tidak bisa melihatnya dan itu terjadi tiba-tiba. Saat ini kami tidak memiliki teknologi untuk memprediksi (atau mendeteksi) CAT, apalagi pada ketinggian 36.000 kaki," kata Gangakhedkar, dikutip dari CNA.
Baca juga: Pesawat Latih Jatuh di BSD Serpong Sebabkan 3 Orang Tewas, Pilot Sempat Teriak Mayday
Baca juga: Kisah Pria Selamat dari Kecelakaan Pesawat yang Menewaskan 137 Penumpang, Ada yang Tak Beres
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.