TRIBUNTRAVEL.COM - Jepang mungkin terkenal dengan kebersihan dan higienitasnya yang sempurna.
Namun sisi buruknya dalam industri makanan adalah Jepang bisa menghasilkan banyak sampah makanan.
Baca juga: 9 Merek Street Fashion Paling Populer di Jepang Buat Jadi Oleh-oleh yang Unik dan Eksentrik

Baca juga: 10 Aturan Tak Tertulis di Jepang yang Harus Kamu Tahu Biar Tidak Dibenci Penduduk Lokal
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai upaya telah dilakukan di restoran dan hotel di Jepang untuk mengurangi limbah makanan.
Di Yokohama Jepang, ada toko roti yang melakukan hal tak biasa untuk mengurangi sampah.
Baca juga: Bukan Sumpit atau Kimono, Penutup Lubang Got Jadi Barang Koleksi di Jepang
Baca juga: Festival Jepang Berusia 300 Tahun yang Kutuk Siapapun yang Melihatnya Akhirnya Boleh Direkam
Dilansir dari soranews24, toko roti lokal Enmichi Pan menjual produk rotinya yang hampir kedaluwarsa di mesin penjual otomatis bergaya loker di Stasiun Kannai di Jalur Kereta Bawah Tanah Yokohama.
Ketika Enmichi Pan tutup pada hari itu pada jam 7 malam, mereka mengumpulkan roti yang belum terjual, menandai setidaknya 30 persen dari harga jual, dan menaruhnya di Loker Stasiun SDGs di Stasiun Kannai untuk dibeli oleh para pemburu roti murah.
Mesin penjual otomatis ini sangat populer sehingga antrean sering kali terbentuk bahkan sebelum loker terisi, dan semua roti di dalamnya terjual habis sebelum malam berakhir.
Diperkirakan upaya ini saja dapat menghemat satu atau dua ton sampah makanan per tahun, sehingga berdampak baik bagi dompet dan planet ini.
Namun, reaksi netizen Jepang beragam terhadap berita tersebut, ada yang mendukung penuh dan ada pula yang khawatir akan kemungkinan komplikasi di masa depan.
“Saya pikir itu bagus untuk diuji, tapi saya khawatir tentang keamanan dan kebersihan. Jika seseorang mengalami keracunan makanan, siapa yang bertanggung jawab? Toko roti juga mengambil risiko; jika mereka terus-menerus menjual terlalu banyak produk dengan harga diskon, lebih sedikit orang yang akan membelinya dengan harga penuh.”
“Saya ingin satu di stasiun lokal saya!”
“Negara ini membuang terlalu banyak makanan. Saya ingin bento dan burger juga didiskon. Hanya karena tanggal penjualan telah lewat bukan berarti itu buruk!”
Bagaimanapun, banyak pembeli yang senang pulang dengan membawa roti diskon di Stasiun Kannai.
Berbicara tentang Jepang, ada beberapa fakta unik yang mungkin belum pernah kamu dengar sebelumnya.
Baca juga: Cara Mengunjungi Onsen di Jepang Buat Wisatawan yang Bertato
1. Jepang memiliki jumlah mesin penjual otomatis yang sangat banyak.

Ada satu aspek yang akan kamu perhatikan setibanya di Jepang: banyaknya mesin penjual otomatis yang berjejer di jalan.
Dengan jumlah mesin penjual otomatis yang berjumlah 3,97 juta, Jepang memiliki satu mesin penjual otomatis untuk setiap 32 orang di negara tersebut, seperti yang dilaporkan oleh Asosiasi Produsen Mesin Penjual Otomatis Jepang.
Statistik yang mengesankan ini menempatkan Jepang sebagai pemimpin global dalam hal kepadatan mesin penjual otomatis.
Mesin bagus ini menawarkan berbagai produk, mulai dari minuman dan makanan ringan hingga pizza dan bahkan payung.
Mesin penjual otomatis di Jepang memenuhi budaya kenyamanan, di mana waktu sangat dihargai.
Mereka menyediakan cara cepat dan bebas repot bagi orang-orang untuk mengakses berbagai macam produk saat bepergian.
2. Ada tiga sistem penulisan yang berbeda.
Jepang tidak hanya mempunyai satu tapi tiga sistem penulisan yang berbeda: Kanji (漢字), Hiragana (ひらがな), dan Katakana (カタカナ).
Saat ini, ketiga sistem penulisan ini digunakan secara kombinasi satu sama lain.
Bagi mereka yang terbiasa hanya menggunakan satu sistem penulisan seperti abjad Latin/Romawi (aksara standar bahasa Inggris), hal ini mungkin terasa sulit untuk dibayangkan, namun orang Jepang jarang menggunakan satu aksara saja.
Meskipun Jepang berpotensi menyederhanakan sistem penulisannya, negara ini tampaknya puas dengan keindahan dan fungsi ketiganya, serta melestarikan warisan linguistiknya yang kaya.
3. Hubungan antara tato dan Jepang.

Meskipun tato telah menjadi bentuk seni dan ekspresi diri di banyak kebudayaan, di Jepang, tato memiliki konotasi yang berbeda.
Secara historis, tato dikaitkan dengan kejahatan terorganisir dan anggota yakuza (mafia Jepang).
Meskipun sikapnya mulai berubah, beberapa tempat umum di Jepang, seperti onsen (pemandian air panas), kolam renang, dan ryokan (penginapan) tradisional, mungkin membatasi masuknya mereka yang bertato.
Berbeda dengan negara lain, tato terbuka jarang terjadi di Jepang, dan banyak orang yang menutupinya karena alasan sosial.
Sekitar 1,4 juta orang dewasa Jepang, atau sekitar 1,1 persen populasi, memiliki tato.
Sebagai perbandingan, 26 persen masyarakat Inggris dan 30 persen masyarakat Amerika memiliki tato.
4. Merupakan kebiasaan untuk tidak memberikan uang secara langsung kepada orang lain
Saat berada di toko, mungkin melihat nampan atau piring kecil diletakkan di konter.
Ini berfungsi sebagai platform khusus untuk menukar uang.
Daripada menyerahkan uang tunai atau kartu kredit langsung ke kasir atau penjual, kamu menaruh uang di nampan sebagai tanda kepedulian dan rasa hormat.
Restoran mengikuti praktik yang sama dalam hal penyelesaian tagihan.
Selain untuk menunjukkan rasa hormat, kebiasaan ini juga memiliki pertimbangan higienis.
Penggunaan nampan untuk penukaran uang meminimalkan kontak fisik antar individu.
Dengan demikian mengurangi kemungkinan perpindahan kuman atau bakteri.
Ambar/TribunTravel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.