TRIBUNTRAVEL.COM - Siapa nih traveler yang sudah nonton serial Gadis Kretek?
Pada serial tersebut, ada scene pertemuan terakhir antara Mas Raja dengan Jeng Yah di sebuah stasiun.

"Temui saya di staisun minggu depan, saya akan pulang," bunyi kalimat yang diucapkan mas Raja kepada Jeng Yah.
Nah, lokasi yang digunakan untuk syuting serial Gadis Kretek tersebut adalah Stasiun Tunyang.
Baca juga: Naik Kereta Api Keberangkatan Dini Hari? Yuk Simak Info Penting Berikut
Stasiun Tuntang terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Stasiun ini merupakan stasiun kereta api kelas III atau kecil dengan gaya arsitektur "Chalet NIS".
Gaya Chalet NIS banyak dipakai di rancangan stasiun-stasun pada awal abad ke-20.
Melansir akun Instagram @kai121_, Stasiun Tuntang mulai dibangun pada 1871 dan dioperasikan pada 21 Mei 1873.
Bangunan yang kita lihat hari ini merupakan bangunan generasi kedua yang berasal dari tahun 1905.
Meskipun terbilang kecil, namun Stasiun Tuntang berperan penting dalam bidang pengangkutan produk perkebunan.
Baca juga: Sebanyak 3 Kecelakaan Kereta Api Terjadi dalam Satu Hari, KAI Buka Suara
Pengiriman beberapa hasil perlebunan dibawa menuju Ambarawa lewat Stasiun Tuntang.
Dahulu, stasiun ini pernah dijadikan tempat transit dari layanan bus milik NIS, yang memiliki trayek Stasiun Tuntang-Kota Salatiga.
Pada 1921, layanan bus tersebut kemudian diakuisisi oleh perusahaan otobus swasta, Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO).

Pada 1 Juni 1970, Stasiun Tuntang harus menerima kenyataan pahit karena kalah bersaing dengan moda transportasi lain dan kendaraan pribadi.
Stasiun Tuntang dinonaktifkan dan hanya difungsikan sebagai museum.
Jalur Ambarawa-Tuntang kembali dibuka pada 2002, setelah melalui renovasi jalur KA dan bangunan stasiunnya untuk dilalui lori wisata.
Nah, hari ini kalian bisa menikmati keotentikan Stasiun Tuntang dengan kereta uap wisata atau kereta diesel vintage.
Baca juga: Cara Klaim Tarif Reduksi via Acces by KAI, Nikmati Harga Diskon saat Beli Tiket Kereta Api
Stasiun Tuntang mempunyai dua jalur kereta api dan dilengkapi sub depo lokomotif.
Depo tersebut dijadikan sebagai tempat penyimpanan sebagian lokomotif diesel.
Direncanakan stasiun ini akan menjadi museum lokomotif diesel.
terlebih megingat sebagian lokomotif diesel elektrik yang diproduksi di bawah tahun 1970-an serta seluruh lookomotif disele hidraulik di Jawa sudah hampir semuanya pensiun.

Selain Stasiun Tuntang, masih banyak lagi stasiun kereta api yang penuh akan sejarah.
Satu di antaranya yakni Stasiun Solo Jebres.
Stasiun Solo Jebres merupakan salah satu stasiun kereta api aktif di Kota Solo, Jawa Tengah.
Namanya memang tak sepopuler Solo Balapan, tapi Stasiun Solo Jebres cukup spesial, lho.
Stasiun Solo Jebres dulunya dibangun khusus untuk digunakan oleh keluarga kerajaan saat hendak bepergian naik kereta api.
Baca juga: KAI Buka Suara Soal Video Viral Kereta Api yang Anjlok di Ciawi Tasikmalaya
Selain keluarga kerajaan, stasiun ini juga digunakan oleh para kaum bangsawan, residen dan gubernur jenderal di zaman kolonial.
Stasiun Solo Jebres dibangun pada tahun 1884 oleh Keraton Surakarta.
Kala itu, Keraton Surakarta berada di bawah pimpinan Paku Buwana X.
Karena dulu dikhususkan untuk keluarga kerajaan, stasiun ini punya ruangan transit khusus untuk raja dan keluarganya saat akan bepergian naik kereta api.

Nama Jebres konon diambil dari seorang tokoh Belanda bernama Van der Jeep Reic.
Karena lidah orang Jawa sulit melafalkannya, sehingga berubah menjadi Jebres.
Bangunan Stasiun Solo Jebres memilki gaya Indische Empire dengan fasad yang kaya detail.
Desainya dipengaruhi langgam Neoklasik dan Art Nouveau.
Lokasi Stasiun Solo Jebres juga terbilang sangat strategis.
Sebab, stasiun ini berada dekat dengan Benteng Vastenburg yang digunakan Belanda sebagai pusat pemerintahan di masa lalu.
Nah, kalau mau turun di Stasiun Solo Jebres, traveler bisa naik KA Brawijaya, Brantas atau Majapahit.
Selain itu, ada juga perjalanan KRL Solo-Jogja yang berhenti di Stasiun Solo Jebres.
Stasiun Solo Jebres pada awalnya memiliki 1 jalur persimpangan ke Stasiun Solo Kota (Sangkrah).
Namun, jalur tersebut saat ini sudah mati karena tidak terawat.
Bahkan beberapa bagian rel sudah hilang tertanam aspal jalan raya atau hilang.
Stasiun Solo Jebres ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah Kota Solo karena memiliki nilai arsitektural, sejarah dan budaya yang menggambarkan masa pembangunannya.
Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan-PT Kereta Api Indonesia (Persero) merevitalisasi bangunan tersebut agar mampu dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan akademis dan ekonomis.
Tahun 2010, Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan telah mengalokasikan anggaran untuk revitalisasi Stasiun Solo Jebres.
Dana tersebut digunakan untuk pengecatan dinding dengan warna putih, abu-abu, dan gabungan warna hijau dan prada, serta mengembalikan bentuk ubin lantai seperti semula.
Proyek ini sifatnya bukan mengubah, akan tetapi mengembalikan Stasiun Solo Jebres seperti dulu saat masih digunakan oleh pihak Keraton Surakarta.
Baca juga: Tutorial Membatalakan Tiket Kereta Api via Aplikasi KAI Access dan Loket Stasiun
(TribunTravel.com/mym)
Untuk membaca artikel terkait berita kereta api, kunjungi laman ini.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.