TRIBUNTRAVEL.COM - Para penyintas insiden penembakan tragis di Siam Paragon Mall Bangkok Thailand, yang menewaskan tiga wanita menceritakan pengalaman memilukan mereka.
Satu korban selamat, Natthaphat (nama keluarga dirahasiakan), menceritakan saat-saat mengerikan ketika dia menyaksikan orang-orang sekarat di hadapannya, termasuk tidak mampu membantu seorang wanita Tionghoa.
Baca juga: Aksi Penembakan Maut Viral, Thailand Siapkan Bangsal Jiwa untuk Pengunjung yang Trauma

Baca juga: Cerita WNI Selamat dari Penembakan Maut di Mal Thailand: Asal Ikut Kerumunan
Natthaphat mengaku tidak bisa tidur semalaman setelah kejadian traumatis kemarin.
Dilansir dari thethaiger, Natthaphat berada di mal untuk meninjau restoran.
Baca juga: Kronologi Aksi Penembakan di Mal Thailand, Pelaku Masih Remaja
Baca juga: Fakta Unik Menara Hantu Thailand, Warisan Kemewahan yang Tersisa dalam Reruntuhan
Posting ulasannya, dia hendak mengunjungi toko dekat toilet lantai M ketika berubah pikiran dan memutuskan untuk mengunjungi toilet terlebih dahulu, ditemani oleh pacarnya.
Toiletnya penuh sesak, dan pacarnya kebetulan sedang mengantri di belakang pria bersenjata berusia 14 tahun itu, mengenakan hoodie coklat.
Tiba-tiba terdengar suara keras, yang awalnya semua orang mengira itu adalah ledakan pengering tangan.
Namun, ketika dua ledakan lagi terdengar, dan para pria mulai meninggalkan toilet pria, Natthaphat menyadari situasinya lebih serius.
Seorang pria berlari melewatinya, hanya untuk tertembak dan jatuh tepat di depan matanya.
Dalam keadaan panik, Natthaphat berlari ke toilet wanita untuk berlindung, di mana dia dengan panik memanggil pacarnya yang masih bersembunyi di toilet pria.
Akhirnya, mereka berdua bersembunyi di toilet wanita, bersama dua orang lainnya.
Dia menceritakan pengalaman yang menyayat hati saat mendengarkan nafas terakhir seorang wanita Tiongkok yang tertembak dan ketidakberdayaannya karena tidak mampu membantunya.
Natthaphat juga menyebutkan rasa takut menunggu di ruang terbatas dan panas, tidak tahu apakah dia bisa keluar hidup-hidup, atau apakah dia bertemu pacarnya untuk yang terakhir kali.
Pacarnya kemudian berbagi pengalamannya melihat remaja pria bersenjata itu mengganti pakaiannya di kamar kecil dan menyadari bahwa dia meninggalkan tas penuh amunisi di sana, yang menunjukkan kemungkinan besar dia akan kembali.
Hal ini mendorong pacarnya untuk meninggalkan kamar kecil.
Berkaca pada penembakan Siam Paragon Mall, Natthaphat menyarankan tindakan pengamanan di mal lebih ketat, termasuk pemeriksaan tas secara menyeluruh.
Dia menunjukkan keterlambatan dalam sistem peringatan pada saat kejadian, dan mengatakan bahwa sepuluh menit setelah penembakan dimulai, mal masih beroperasi seperti biasa tanpa ada pengumuman peringatan.
Selain pengamanan di mal, sorotan lain menjadi fokus masyarakat Thailand.
Sorotan yang dimaksud terkait dengan kepemilikan senjata.
Baca juga: Cara Mengklaim Vat Tax Refund buat Kamu yang Berbelanja di Thailand

Thailand memiliki senjata api terbanyak di ASEAN dan berada di peringkat ke-13 di dunia dengan jumlah kematian akibat senjata api terbanyak menurut Survei Senjata Kecil Swiss (SAS).
Menyusul penembakan kemarin di mal Siam Paragon di Bangkok , muncul pertanyaan tentang kemudahan warga Thailand mengakses dan memiliki senjata.
Penduduk setempat mengatakan bahwa undang-undang Thailand mengenai kepemilikan dan penjualan senjata api tidak cukup ketat karena seorang anak laki-laki berusia 14 tahun dengan mudah mendapatkan senjata.
Di Thailand, orang yang kedapatan memiliki senjata api tanpa izin dapat dikenakan denda hingga 20.000 baht dan hukuman penjara hingga 10 tahun.
Proses mendapatkan izin kepemilikan senjata memerlukan beberapa tahapan dan pelatihan.
Menurut laporan Channel 3, meskipun ada undang-undang yang ketat mengenai kepemilikan senjata api ilegal di Thailand, masalah ini masih belum terselesaikan.
Media mengungkapkan temuan survei SAS mengenai kepemilikan senjata di Thailand, yang mengungkapkan bahwa warga negara Thailand memiliki lebih dari 10 juta senjata api, dan hanya enam juta di antaranya yang terdaftar secara sah.
Hal ini menempatkan Thailand pada peringkat ke-13 di dunia dalam hal kepemilikan senjata.
Meskipun jumlah kepemilikan senjata api di Thailand jauh lebih rendah dibandingkan Amerika Serikat, negara ini menempati peringkat teratas di kawasan ASEAN, sehingga berkontribusi terhadap menjamurnya pasar gelap senjata ilegal.
Survei lain menggarisbawahi pentingnya mengatasi masalah ini.
Pada tahun 2019, Institut Pengukuran dan Evaluasi Kesehatan di Universitas Washington di AS melaporkan bahwa Thailand memiliki jumlah kasus pembunuhan dengan senjata api tertinggi kedua secara global.
Situs web World Population Review juga mengidentifikasi Thailand sebagai negara tertinggi ke-15 dalam hal kematian akibat senjata api, dengan 2.804 kematian pada tahun tersebut.
Negara-negara teratas dalam daftar ini termasuk Brasil (lebih dari 49.000 kasus), Amerika Serikat (37.000 kasus), Meksiko (22.118 kasus), India (14.712 kasus), dan Kolombia (133.171 kasus).
Ambar/TribunTravel
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.