TRIBUNTRAVEL.COM - Berbicara soal Korea Selatan pasti yang terlintas adalah musik K-pop dan berbagai film dramanya.
Pesatnya perkembangan dunia hiburan di Korea Selatan memberi pengaruh yang cukup besar bagi kemajuan negeri tersebut.

Bahkan K-pop sendiri menyumbang banyak royalti sehingga Korea Selatan dikenal sebagai salah satu negara maju dengan taraf hidup yang baik.
Namun, siapa sangka hingar bingar Korea Selatan yang banyak dikenal justru berbanding terbalik.
Baca juga: Liburan ke Korea Selatan Tanpa Visa: Bisa Kunjungi Pulau Jeju & Yangyang
Dikatakan demikian karena kesenjangan sosial di negeri ginseng tersebut rupanya masih dirasakan oleh sebagian warganya.
Potret tersebut satu di antaranya dapat dilihat pada Desa Guryong yang terletak di kawasan Gangnam.
TONTON JUGA:
Ya, Gangnam yang bisa dikenal sebagai perkotaan elit, rupanya memiliki sisi lain yang baru-baru ini jadi banyak sorotan warganet.
Hal itu lantas membuat Jason Basulto, seorang turis Amerika Serikat penasaran dengan kenyataan Desa Guryong yang sebenarnya.
Dikutip dari Korea Herald, Rabu (28/9/2022) ia mengatakan bahwa Desa Guryong merupakan kawasan kumuh terakhir yang tersisa di Seoul.
“Perkotaan kumuh terlihat tidak hanya di Korea, tetapi di banyak negara lain, karena kesenjangan kekayaan adalah masalah global. Tapi pemandangan Desa Guryong di tengah gedung-gedung tinggi sangat mencolok,” katanya.
Tak hanya Jason Basulto, beberapa Youtuber juga pnarasan dengan potret kezenjangan di Korea Selatan.
Tak sedikit dari mereka sengaja datang ke Desa Guryong untuk membuat konten tur virtual.
Dalam video mereka tampak begitu jelas deretan gubuk berdiri kontras dengan kompleks apartemen bertingkat tinggi di seberang jalan.
Satu klip menggambarkan desa itu sebagai 'kenyataan menyedihkan di dalam kota paling maju di dunia'.
Tak sedekit juga dari mereka mewawancara penduduk setempat dan menanyakan tentang keadan air dan pelistrikan di sana.
Penasaran seperti apa Desa Guryong? Yuk, intip ulasannya di sini.
'Desa Bulan'

Desa Guryong memiliki lokasi yang Terletak di kaki Guryongsan, sebuah bukit di Gaepo-dong Gangnam.
Dikenal juga dengan desa bulan atau Moon Village, Desa Guryong mulai terbentuk selama perkembangan pesat Seoul di tahun 70-an dan 80-an.
Pada masa itu orang-orang miskin didorong keluar dari pusat kota.
Sehingga dengan demikian dapat memberi ruang bagi gedung perkantoran tinggi dan rumah apartemen.
Sejak saat itu, Desa Guryong kini menjadi salah satu daerah kumuh terakhir yang tersisa di Seoul.
Penduduk Guryong sebagian besar adalah penghuni liar yang diusir dari rumah ilegal di daerah Gangnam.
Mereka dikeluarkan dari Gangnam sebelum ledakan bangunan besar-besaran mengubah daerah itu menjadi setara dengan Beverly Hills di Seoul.
Areanya juga terbilang cukup luas dengan menempati sekitar 320.000 meter persegi tanah.
Pada puncaknya, desa yang ini memiliki lebih dari 1.100 rumah tangga.
Sekarang, sekitar 600 orang masih tinggal di sana, dengan 454 kepala keluarga telah direlokasi pada tahun lalu.
Setelah harga properti Gangnam meledak, Guryong menarik banyak perhatian sebagai salah satu lahan terakhir yang tersisa untuk pembangunan rumah baru.
Namun rencana apapun untuk mengembangkan Guryong terbukti sulit.
Terutama karena perselisihan mengenai kompensasi bagi pemilik tanah dan penduduk desa.
Juni lalu, pemerintah kota menyetujui rencana pengembang perumahan yang dikelola kota untuk membangun 2.838 rumah baru di sana, sekitar 1.107 di antaranya akan dialokasikan untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.
Baca juga: Korea Selatan Terbitkan Visa Turis Asing Mulai Besok, Simak Biaya dan Syarat Dokumennya
Baca juga: 7 Tips Liburan ke Korea Selatan Pertama Kali, Wajib Riset Destinasi dan Bikin Itinerary
Objek wisata yang tidak mungkin

Meski sebagai kawasan kumuh, Desa Guryong baru-baru ini ternayata memiliki daya tarik yang membuat banyak warganet penasaran.
Hal itu tak lepas dari peran kegilaan global atas drama dan film TV Korea yang sering kali memiliki unsur kritik sosial.
Di mana dalam beberapa klipnya menggambarkan Korea sebagai masyarakat dengan polarisasi ekonomi yang mendalam, ketidakadilan, dan masalah lainnya.
Hal ini satu di antaranya dapat dilihat pada kisah kelam film di Netflix yang berjudul Squid Game.
Diceritakan dalam serialnya 456 orang Korea yang putus asa mulai mempertaruhkan nyawa mereka demi kesempatan memenangkan banyak uang.
Tentu saja fil ini hadir sebagai kritik atas ketidaksetaraan dan persaingan brutal di Korea saat ini.
Tak hanya itu, ada juga film 'Parasite' yang juga menempatkan sinema Korea dalam sorotan global.
Dikatakan demikian karena Parasite berhasil membawa perhatian media pada masalah kemiskinan dan kesenjangan antara yang kaya dan miskin di Korea Selatan.
Seiring dengan populernya rumah semi-basement 'banjiha', Desa Guryong entah bagaimana telah menjadi simbol pembagian kekayaan di Korea Selatan.
"Saya ingin menunjukkan tempat yang terlupakan ini sehingga orang berpikir lebih dalam tentang dunia karena kaya dan miskin ada di mana-mana," kata salah satu YouTuber di akunnya. video, memperkenalkan Desa Guryong.
"Saya harap Anda semua menikmati dan memikirkan detailnya sedikit lebih dalam tentang Korea."
Beberapa penduduk desa menyatakan tidak nyaman dengan perhatian tersebut.
"Desa kami bukan tempat wisata atau lokasi syuting. Ini tempat tinggal kami. Mata pencaharian kami tidak boleh digunakan untuk menarik perhatian orang," kata salah satu warga yang tidak mau disebutkan namanya, dalam wawancara dengan seorang Koran lokal.
Baca juga: 4 Jenis Visa Korea Selatan Lengkap dengan Biaya Pengajuannya per 1 Juli 2022
Baca juga: Harga Kimchi di Korea Selatan Melambung Tinggi Gara-gara Inflasi
(TribunTravel/Zed)
Baca selengkapnya soal Korea Selatan di sini.