TRIBUNTRAVEL.COM - Sore itu, di sekitar Jembatan Sitinurbaya, rintik hujan turun perlahan menyelimuti suasana klasik di tepi Sungai Batang Arau, Padang, Sumatera Barat.
Kapal-kapal kayu dan perahu nelayan bergoyang lembut diterpa angin laut yang datang dari arah Taplau.
Baca juga: Ranu Manduro, Padang Savana di Ngoro Mojokerto Jawa Timur dengan View Gunung Indah ala Luar Negeri

Baca juga: Seharian Wisata Kuliner Padang, Ikuti Itinerary dengan Bujet Rp 340 Ribuan Berikut
Di tengah aroma asin laut dan hiruk pikuk pelabuhan kecil, sebuah gerobak sederhana berdiri dengan aroma rempah yang kuat menyeruak di udara.
Dari sanalah, suara riuh dan aroma kuah panas berasal—menandai keberadaan salah satu kuliner jalanan legendaris Minangkabau: karupuak kuah.
Baca juga: Menelusuri Keajaiban Wisata Prasejarah Jawa Barat: Gunung Padang hingga Museum Geologi
Baca juga: Itinerary Padang 1 Hari dari Solok, Liburan Hemat dengan Bujet Rp 360 Ribu
Camilan Sederhana dengan Rasa Kaya
Bagi masyarakat Padang dan sekitarnya, karupuak kuah bukan sekadar jajanan kaki lima.
Hidangan ini dikenal juga sebagai kerupuk bihun kuah sate, yang memadukan kerupuk singkong lebar, kuah sate Padang yang kental dan pedas, serta taburan bihun goreng renyah di atasnya.
Tampilannya mungkin sederhana, tapi rasa yang muncul dari suapan pertama mampu menggugah kenangan.
Renyahnya kerupuk singkong berpadu lembut dengan bihun goreng, sementara kuah sate Padang yang gurih, pedas, dan harum rempah menciptakan sensasi hangat yang perlahan menjalar di seluruh tubuh.
“Pakai kuah panas baru mantap,” ujar seorang penjual paruh baya sambil menyiramkan kuah dari panci besar ke atas sepiring kerupuk.
Uap panas naik perlahan, membawa aroma kunyit, jahe, dan serai yang menggoda siapa pun yang melintas di sekitar gerobak itu.
Baca juga: Itinerary Wisata Kuliner Seharian di Padang, Cobain Soto Garuda hingga Es Durian Ganti Nan Lamo
Warisan Rasa dari Tangan Rakyat Kecil
Karupuak kuah mencerminkan kreativitas masyarakat Minangkabau dalam mengolah bahan sederhana menjadi sajian yang luar biasa.
Ubi kayu, tepung, dan bihun yang mudah ditemukan, diolah dengan bumbu rempah khas Padang menjadi hidangan penuh cita rasa.
Kuahnya dibuat dari tepung beras atau maizena yang dikentalkan bersama kunyit, cabai, bawang putih, jahe, lengkuas, dan serai.
Kombinasi ini menciptakan kuah kuning kental yang gurih, pedas, dan menggugah selera.
Tak butuh piring mewah untuk menikmatinya.
Sepiring karupuak kuah disajikan di atas wadah sederhana, tapi menghadirkan sensasi seperti hidangan restoran.
Setiap suapan membawa harmoni rasa—renyah, lembut, gurih, dan pedas berpadu menjadi satu.

Lebih dari Sekadar Kuliner Jalanan
Karupuak kuah adalah potret kecil dari kehidupan di Padang—sederhana, ramah, dan penuh cerita.
Di bawah jembatan Sitinurbaya, banyak warga menikmati camilan ini sambil berbincang ringan.
Di antara tawa penjual dan pembeli yang akrab tanpa basa-basi, karupuak kuah menjadi simbol kehangatan khas Minang.
Tak jarang, para wisatawan yang berkunjung ke Kota Padang menjadikan karupuak kuah sebagai kuliner wajib coba.
Tak hanya karena rasanya yang unik, tapi juga karena kisah di baliknya—tentang ketekunan pedagang kecil yang menjaga cita rasa tradisi di tengah arus modernisasi kuliner.
Di setiap gerobak karupuak kuah, tersimpan cerita tentang kemandirian dan semangat masyarakat Minangkabau.
Dari tangan-tangan mereka, lahirlah jajanan yang tak hanya memuaskan lidah, tapi juga menyentuh hati setiap penikmatnya.
Cita Rasa yang Tak Pernah Pudar
Menikmati karupuak kuah di tepi Batang Arau, sambil memandangi lampu-lampu kota yang mulai menyala, adalah pengalaman yang sulit dilupakan.
Kuah yang mulai meresap ke dalam kerupuk menciptakan tekstur lembut, sementara bihun goreng di atasnya tetap memberikan sensasi garing di setiap gigitan.
Kuliner ini mengajarkan bahwa kelezatan tak selalu datang dari kemewahan bahan, tapi dari perpaduan rasa, ketulusan, dan kenangan yang melekat di setiap suapan.
Bagi orang Minang, karupuak kuah bukan sekadar makanan ringan—ia adalah bagian dari identitas, simbol kreativitas rakyat kecil yang mampu mengubah sesuatu yang sederhana menjadi legenda kuliner.
Di bawah langit Padang yang sering diselimuti hujan sore, sepiring karupuak kuah menjadi teman hangat yang menghadirkan rasa pulang, bahkan bagi mereka yang datang dari jauh.
(Ambar/TribunTravel) (Wartakota)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.