Breaking News:

Jadi Korban Pelecehan Seksual di Hostel, Wanita Ini Ceritakan Kisahnya setelah 7 Tahun Berlalu

Setelah tujuh tahun berlalu, backpacker wanita ini ceritakan pengalamannya dilecehkan secara seksual saat bermalam di hostel.

Penulis: Ratna Widyawati
Editor: Sinta Agustina
Instagram/@sophiessuitcasetravel
Sophie Davis yang jadi korban pelecehan seksual di hostel. Kini berani ceritakan kisahnya setelah tujuh tahun menyimpannya seorang diri. 

TRIBUNTRAVEL.COM - Setelah tujuh tahun berlalu, backpacker wanita ini ceritakan pengalamannya dilecehkan secara seksual saat bermalam di hostel.

Backpacker wanita tersebut menyebutkan bahwa dirinya diperkosa oleh orang asing di sebuah hostel.

Saat itu ia melakukan perjalanan ke pantai timur Australia dan telah merahasiakan pengalaman buruknya ini selama tujuh tahun.

Baca juga: 5 Sosok Aneh Terekam Kamera Google Maps dan Viral di Medsos, Bikin Bingung Traveler!

Dilansir dari news.com.au, Senin (26/4/2021), Sophie Davis berusia 21 tahun ketika mengalami pelecehan seksual tersebut.

Ketika itu ia memesan penerbangan ke Cairns dengan sahabatnya setelah lulus kuliah pada 2014.

Namun nahas, petualangan campervan selama tiga bulan berubah menjadi pengalaman buruk baginya ketika dia dilecehkan secara seksual oleh seorang pria yang tidak ia kenal yang tinggal di hostel yang sama.

Sophie mengatakan bahwa dia takut, sendirian dan berada jauh ribuan kilometer dari rumah.

Dia pikir dirinya 'tidak akan dipercaya' dan menyimpan kejadian mengerikan itu untuk dirinya sendiri.

Namun, rahasia gelap telah menggerogoti kesehatan mental Sophie selama bertahun-tahun, dan mengakibatkannya menolak pekerjaan, enggan bepergian, dan memilih tinggal di rumah.

Setelah tujuh tahun, ia pun akhirnya mencari bantuan profesional dan didiagnosis menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

2 dari 4 halaman

Di mana suatu kondisi yang menyebabkannya berjuang melawan kecemasan, depresi, serangan panik, dan kilas balik.

Sophie masih mengalami gejala PTSD-nya, tetapi wanita berusia 28 tahun itu kini mampu berbicara tentang kekerasan seksual yang dialaminya.

Ia berharap ceritanya dapat menginspirasi para penyintas lainnya untuk maju dan mencari bantuan.

"Pada saat itu, sangat masuk akal bagi saya menyimpan pelecehan tersebut untuk diri saya sendiri," kata Sophie.

"Untuk melindungi diri saya sendiri, saya tidak memberi tahu siapapun bahkan teman baik atau pacar saya saat itu," lanjutnya.

Ia menambahkan, "Saya merasa seperti saya tidak akan dipercaya atau saya tidak akan mendapatkan dukungan yang saya butuhkan."

Untuk mengatasinya, Sophie berkata dia mematikan rasa dan berpura-pura itu tidak terjadi.

Ia menjelaskan bahwa apa yang dilakukannya terasa seperti keputusan yang tepat saat itu.

Namun, pelecehan seksual yang terjadi di pemberhentian kedua dari belakang perjalanan sangat mempengaruhi hidupnya begitu dia kembali ke rumah.

"Setelah itu terjadi, saya mengubah perilaku saya," jelasnya.

3 dari 4 halaman

"Saya merasa tidak mungkin meninggalkan rumah, saya harus berhenti bekerja dan menolak pekerjaan. Untuk waktu sangat lama, saya tidak akan bepergian kemanapun sendirian, karena semua orang yang saya lihat akan menjadi ancaman bagi saya," ungkap Sophie.

Ia mengatakan, "Saya merasa terlalu takut dan trauma karena pengaruhnya terhadap kesehatan mental saya."

Sophie menjelaskan semua itu berubah ketika dia membolak-balik sebuah majalah tahun lalu dan menemukan sebuah artikel tentang seorang wanita yang ceritanya sangat mirip dengannya.

"Pada saat itulah saya menyadari itu bukan salah saya," katanya kepada news.com.au.

Dalam minggu-minggu setelah kesadarannya, dia mulai menemui seorang konselor dan menghubungi beberapa organisasi perlindungan wanita di Inggris.

"Saya akhirnya mencari bantuan yang saya idamkan selama tujuh tahun," jelasnya.

Meskipun dia masih menderita dengan kilas balik dan pria yang memperkosanya tidak pernah dituntut, Sophie dapat memberi tahu teman dan keluarganya tentang cobaan beratnya.

"Saya punya waktu untuk menyembuhkan dan bergerak maju, tetapi pengalaman ini akan tetap bersama saya selamanya," kata Sophie.

"Itu akan membentuk setiap keputusan yang saya buat di masa depan saya, dan meskipun itu mungkin terdengar sulit, itu adalah sesuatu yang saya setujui," lanjutnya.

Ia menambahkan, "Saya juga menjadi orang yang lebih baik karena itu, lebih sadar akan pengalaman orang lain, sadar bahwa setiap orang menyembunyikan sesuatu di bawah permukaan."

4 dari 4 halaman

"Saya merasa lebih dekat dengan orang yang saya cintai dan saya merasa berani dan akhirnya menyukai saya, setelah akhirnya berbicara," imbuhnya.

Di Inggris, Sophie telah menjadi salah satu wajah dari kampanye It Still Matters pemerintah yang mendesak korban kekerasan atau pelecehan seksual untuk mencari dukungan rahasia, tidak peduli kapan itu terjadi.

Dia juga membagikan pesan yang menginspirasi dengan 18.300 pengikut Instagram-nya yang mendorong mereka untuk berbicara jika mereka berjuang dalam diam.

Tonton juga:

Baca juga: Bikin Bingung Warganet, Ini 5 Sosok Aneh yang Terekam Kamera Google Maps

Baca juga: 5 Tragedi Kapal Selam yang Hebohkan Dunia, Kecelakaan Kursk Tewaskan 118 Kru

Baca juga: 798 Hotel dan Lokasi Wisata di Jawa Barat Sudah Kantongi Sertifikasi CHSE

Baca juga: 15 Hotel di Solo Ini Tawarkan Paket Bukber All You Can Eat, Harganya Mulai Rp 35 Ribuan

Baca juga: Selain Gulai Cubadak, Ini 5 Kuliner Serba Gulai Khas Sumatera Barat untuk Menu Buka Puasa

(TribunTravel.com/Ratna Widyawati)

Baca selengkapnya seputar Kejadian Buruk yang Dialami Wisatawan, di sini.

 
 
 
 
 
Selanjutnya
Sumber: Tribun Travel
Tags:
AustraliaInggrisCairns Peter Gadiot Taz Skylar Simon Hooper Anne Boleyn Rishi Sunak Fomepizole Gemma Atkinson
BeritaTerkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved