TRIBUNTRAVEL.COM - Pagi itu, Sulistyo terlihat membawa tenong atau wadah keranjang bambu berisi ingkung atau ayam utuh dibumbu kuning, srundeng, mi kering, wajik serta aneka jajan pasar lainnya.
Sulistyo menatanya dengan rapih di depan rumahnya, di Desa Bandungrejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang.
“Ini yang masak ibu. Biasanya sama tetangga-tetangga yang perempuan, tapi karena dilarang berkumpul, jadi masaknya sendiri-sendiri di rumah masing-masing,” kata Sulistyo kepada TribunTravel, Jumat (2//04/2020).
Pria berusia 27 tahun ini mengatakan, tenong yang sudah ditata kemudian didoakan dengan tata adat Islam-Jawa.

Sulistyo yang karib disapa Sulis inipun mengatakan, prosesi pembacaan doa selanjutnya dipimpin sesepuh desa, pemuka agama di daerah setempat.
“Selepas ditata, didoakan dan yang memimpin nanti pak Taryono. Doa yang dibaca yasin, tahlil, serta surat-surat alquran lainnya,” kata Sulistyo.
Adapun tujuan mengadakan tradisi Nyadran adalah untuk mengirim doa kepada leluhur, agar masyarakat yang masih hidup senantiasa diberi kehidupan yang gemah ripah loh jinawi.
“Ujub doanya ya biar anak cucunya dijauhkan dari mara bahaya, pagebluk (wabah), dan tanah yang ditinggali selalu subur makmur,” kata Sulis.
Bukan hanya Sulistyo, tradisi Nyadran juga dilakukan 25 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di Desa Bandungrejo.
Sebagai informasi, kata nyadran sendiri berasal dari bahasa sanskerta, sraddha yang artinya keyakinan dan sudah dilakukan secara temurun sejak puluhan tahun silam.
Nyadran di tengah pandemi Covid-19
Namun, mengingat adanya wabah Covid-19, kegiatan nyadran kali ini dilakukan di teras rumah masing-masing dengan protokol kesehatan.
Desa pun dijaga ketat oleh aparat setempat. Penjagaan ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tamu atau penduduk dari luar daerah tidak masuk ke Desa Bandungrejo.
“Dijaga banser dan tantara selama acara, jadi warga yang keluar masuk tetap diawasi,” kata Priyo, yang juga salah satu warga Desa Bandungrejo.
Baca juga: 10 Tradisi Unik Menyambut Ramadan Ini Hanya Ada di Indonesia, Ada Nyadran hingga Megengan
Jika dalam kondisi normal, Nyadran biasanya diadakan di makam setempat dan dilakukan prosesi makan bersama.
“Kali ini karena dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerumunan, maka acaranya diadakan di rumah masing-masing,” kata Eko (47), warga di Desa Bandungrejo.
Meski diselenggarakan dengan tata cara yang berbeda dan tidak semeriah biasanya, acara Nyadran tetap terlaksana dengan kondusif dan lancar.
Masyarakat berharap dengan tetap diadakannya prosesi Nyadran dapat menjadi sarana untuk mendoakan keadaan bumi agar segera terbebas dari pandemi Covid-19.
“Ya harapannya pasti keadaanya bisa normal lagi, ramai lagi, kumpul-kumpul lagi,” kata Priyo yang juga warga Desa, Bandungrejo.
(TribunTravel/Arimbi Haryas Prabawanti)
Baca juga: 7 Tradisi Unik Berbagai Daerah di Indonesia saat Bulan Ramadan, Ada Nyadran hingga Malamang
Baca juga: Mengenal Nyadran, Tradisi Unik Masyarakat Jawa Menyambut Bulan Ramadan
Baca juga: 10 Tradisi Unik Menyambut Ramadan Ini Hanya Ada di Indonesia, Ada Nyadran hingga Megengan
Baca juga: TRAVEL UPDATE: Menikmati Udara Sejuk dan Keindahan Alam Air Terjun Sumuran di Magelang
Baca juga: 4 Hotel Murah di Magelang Dekat Candi Borobudur, Tempat Nyaman dan Fasilitas Lengkap