TRIBUNTRAVEL.COM - Tim pilot yang seluruhnya terdiri dari perempuan bersama maskapai Air India telah membuat sejarah dalam dunia penerbangan.
Mereka menyelesaikan penerbangan komersial nonstop terpanjang yang pernah dioperasikan oleh maskapai nasional India.
"Kami adalah putri India yang diberi kesempatan untuk melakukan penerbangan bersejarah ini," kata Kapten Agarwal yang memimpin kru pada CNN, Senin (11/1/2021).
"Kami mampu menciptakan babak baru dalam sejarah penerbangan India. Saya sangat bangga menjadi bagian dari tim dan secara pribadi saya telah mempersiapkan lebih dari satu tahun untuk penerbangan ini," tambahnya.
Melansir laman Travel + Leisure, penerbangan Air India 176 yang terbang dengan armada Boeing 777 berangkat dari San Fransisco pada pukul 20.30 waktu setempat pada Sabut (9//1/2021) malam.
Sekira 17 jam kemudian, pesawat mendarat di Bengaluru pada Senin pukul 03.07 waktu setempat.
Baca juga: Simak, Inilah Kode Rahasia Pilot untuk Beri Tanda Pesawat Akan Jatuh
Penerbangan itu menempuh jarak lebih dari 8.600 mil dan merupakan penerbangan pertama yang menghubungkan langsung Amerika Serikat ke India Selatan.

Rute penerbangan tersebut membutuhkan banyak persiapan, terutama untuk perjalanan yang membawa pesawat melewati Kutub Utara.
Pilot diharuskan untuk merencanakan cuaca buruk, tingkat radiasi matahari, dan ketersediaan bandara, jika diperlukan pendaratan darurat.
Agarwal bergabung dengan kopilotnya Kapten Thanmei Papagari, yang terbang pada paruh kedua penerbangan, dan dua perwira pertama, Kapten Akansha Sonaware dan Kapten Shivani Manhas.
"Penerbangan ini akan menciptakan lebih banyak kesempatan bagi wanita," kata Kapten Papagari kepada CNN.
"Gagasan untuk melihat penerbangan sebagai bidang yang didominasi laki-laki semakin berkurang. Kami telah dipandang sebagai pilot, tidak ada perbedaan," ungkapnya.
Diketahui, India memiliki persentase pilot wanita tertinggi di antara negara mana pun di dunia.
Total ada 12,4 persen pilot wanita dari keseluruhan tenaga kerja pilot di India.
Angka ini hampir tiga kali lebih besar daripada di Amerika Serikat yang memiliki presentase sebesar 4 persen bagi pilot wanita dari keseluruhan tenaga kerja pilot.

Pilot Wanita Terakhir pada Masa Perang Dunia II Meninggal di Usia 103 Tahun
Eleanor Wadsworth dikenal sebagai sosok wanita hebat yang berhasil menerbangkan pesawat dalam upaya Perang Dunia II bersama ratusan Wanita Spritfire lainnya.
Wadsworth menjadi pilot wanita terakhir pada masa Perang Dunia II sebelum dia meninggal dunia di Bury St Edmunds, Sufflok.
Kabar kematiannya cukup mengejutkan dunia penerbangan, di mana Wadsworth meninggal di usia 103 tahun.
Dia bergabung dengan skema pilot peserta pelatihan Air Transport Auxiliary (ATA) pada tahun 1939.
Wadsworth berhasil mengemudikan 22 jenis pesawat termasuk Spitfires, Mustang, Swordfish dan Hawker Hurricanes dengan Air Transport Auxiliary.
Sebelum meninggal, Wadsworth sempat mengatakan bahwa pesawat Spitfire adalah favoritnya.
Wadsworth mengatakan, "Itu adalah pesawat yang indah, bagus untuk ditangani dan saya beruntung bisa menerbangkan 132 pesawat."
Nenek buyut kelahiran Nottingham ini bekerja sebagai asisten arsitek sebelum bergabung dengan ATA pada 1943.
Setelah perang berakhir, dia menikah, memiliki dua putra dan tidak pernah terbang lagi.
Diwartakan dalam Thesun, Pensiunan Wakil Marsekal Udara, Chris Elliot menyebut bahwa Eleanor dan rekan-rekannya adalah sosok pelopor waktu mereka.
Dia berkata, "Itu adalah pekerjaan yang tidak biasa bagi seorang wanita, dan mereka adalah pahlawan Perang Dunia Kedua tanpa pamrih, tanpa pamrih terbang ke dalam bahaya."
"Pikiran belajar terbang secara gratis adalah insentif yang besar," sambungnya.
Dia dilatih untuk mengangkut pesawat dan pilot dari dan ke berbagai lapangan udara.
"Saya adalah salah satu dari enam orang pertama yang diterima. Hanya 25% yang diverifikasi dari semua orang yang melamar."
"Saya mencatat nama saya tanpa memikirkan hal lain tentang itu dan diterima setelah melewati semua pemeriksaan medis."
Wadsworth menambahkan, "Siapa pun yang memenuhi pelatihan yang diperlukan dengan cepat akan diterima."
Wadsworth menyebutkan jika profesi tersebut tidak mematok harus seorang wanita, melainkan siapa saja yang belum pernah terbang sebelumnya.
Menurut laporan Dailymail, Wadsworth pernah dikirim ke Haddenham Airfield di Buckinghamshire untuk memulai latihan pertamanya.
Secara total, dia menghabiskan 590 jam di cockipit dengan 430 di antaranya terbang sendirian.
Sejak itu, buyut dari tujuh anak dan nenek lima anak ini terbang ke Amerika Serikat, mengelilingi Washington, Seattle, Alaska, dan sekitar Inggris Raya.
Wadsworth menceritakan jika sebelum belajar terbang dia harus mempelajari tentang cuaca serta berbagai sistem pesawat seperti mesin.
Dia juga harus belajar cara menavigasi.
Dia berkata, "Saya bisa terbang sendiri setelah 12 jam pelatihan, dari yang tidak pernah bisa terbang sebelumnya. Tapi butuh waktu seumur hidup untuk bisa belajar terbang dengan sempurna. Tidak terlalu sulit untuk belajar jika kamu diajari terbang dengan benar."
"Kamu harus memiliki ide yang bagus tentang peta. Navigasi juga sangat penting karena kami tidak pernah memiliki koneksi udara ke darat pada masa itu."
Wadsworth bahkan menggambarkan garis besar tentang salah satu Spitfire selama Perang Dunia II.
"Kami tidak bisa menelepon atau berhubungan dengan orang lain. Begitu kami di udara, kami benar-benar sendirian."
Wadsworth menghabiskan beberapa tahun berikutnya ditempatkan di beberapa dari 14 kolam feri ATA, mendapatkan lisensi Kelas 3 yang memungkinkannya menerbangkan pesawat ringan bermesin ganda.
Wanita yang menikah dengan Bernard Wadsworth, insinyur penerbangan ATA selama 71 tahun ini, mengatakan jika dia berada di kokpit sampai hari terakhir perang pada tahun 1945 ketika ATA ditutup.
Dia mengatakan, "Saya belum pernah mengemudikan atau menerbangkan pesawat sejak saat itu."
"Saya menikah pada saat yang sama ATA tutup, dengan suami saya yang terus bekerja sebagai insinyur."
"Kami memiliki dua anak laki-laki kami, George dan Robert, dan saya memutuskan untuk menetap dalam kehidupan rumah tangga sampai mereka dewasa."
Pada akhir perang tahun 1945, Wadsworth memiliki 590 jam terbang, 430 di antaranya diterbangkan sendiri.
Dia menambahkan, "Ini adalah pengalaman yang sangat baru dan semua orang pada awalnya merasa sulit untuk berpikir dalam tiga dimensi daripada dua seperti saat kamu mengemudi."
"Tetapi jika kamu diajar dengan benar, itu akan jadi baik-baik saja."
"Sekarang, ketika saya melihat kembali buku catatan dan gambar saya, saya ingat sedikit detail tentang waktu itu dan semuanya kembali kepada saya."
Baca juga: Viral Video Pilot Ancam Turunkan Paksa Sejumlah Penumpang yang Sulit Diatur, Ini Tanggapan Maskapai
Baca juga: Pilotnya Ancam Buang Penumpang dari Pesawat, Ini Kata American Airlines
Baca juga: 5 Fenomena Langka yang Pernah Dilihat Pilot di Udara, Termasuk Api Saint Elmo
Baca juga: Pilot Ini Langgar Aturan Karantina Wajib untuk Bermain Golf
Baca juga: Kopilot Pingsan saat Terbang, Pesawat Ini Terpaksa Lakukan Pendaratan Darurat
(TribunTravel.com/Muhammad Yurokha M)