TRIBUNTRAVEL.COM - Raden Ajeng Kartini atau RA Kartini merupakan sosok perempuan yang berpengaruh terhadap kaum perempuan di Indonesia.
Kartini jugalah yang memperjuangkan persamaan hak perempuan baik dalam pergaulan, pendidikan dan cita-cita.
Untuk itu, setiap 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini untuk mengingat perjuangan-perjuangannya dalam mengangkat martabat perempuan.
Tapi tahukah kamu tentang sosok pribadi Kartini dan kehidupannya yang ternyata ada beberapa fakta menarik yang jarang diketahui?
• 3 Makanan Khas Jepara yang Jadi Favorit RA Kartini, Dulunya Sempat Ditulis Dalam Buku Resep
Seperti yang dilansir TribunTravel dari beberapa sumber, berikut ini adalah beberapa fakta menarik mengenai Kartini:
1. Kartini Memiliki Darah Bangsawan dan Ulama

Kartini memiliki darah bangsawan dari ayahnya yang bernama Mas Adipati Ario Sosroningrat, yang saat itu merupakan seorang Bupati Jepara yang memiliki garis keturunan Hamengkubuwana VI hingga sampai garis keluarga istana Kerajaan Majapahit.
Sedangkan menurut catatan sejarah Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Kartini yang bernama M.A. Ngasirah merupakan anak dari ulama ternama di Jepara yakni Nyai Haji SIti Aminah dan Kiai Haji Madirono yang merupakan guru ngaji di daerah Teklukawur, Jepara.
2. Tidak Bangga dengan Gelar Kebangsawanannya

Di masa kecil, Kartini dipanggil dengan nama Raden Ayu Kartini.
Namun, Kartini tidak menyukai panggilan Raden Ayu tersebut.
Hal ini diketahui oleh sang ayah saat gelar Raden Ayu diberikan kepada Kartini setelah pulang sekolah.
Kartini bahkan kerap memikirkan gelar kebangsawanannya tersebut, dan memperhatikan perempuan di sekelilingnya yang banyak dipanggil Raden Ayu seperti dirinya.
Hingga suatu hari, Kartini tahu bahwa status kebangsawanannya dengan panggilan Raden Ayu tidak ada yang bisa dibanggakan.
Ia justru lebih senang dipanggil Kartini.
3. Hidup dalam Keluarga Poligami

Kartini hidup dalam keluarga Poligami sejak kecil hingga dewasa.
Ibu dari Kartini sendiri bukanlah istri utama sang ayah, karena ayahnya kemudian menikah lagi dengan Raden Ajeng Woerjan yang juga memiliki keturunan darah ningrat.
Tonton juga:
Bahkan di masa dewasanya, Kartini juga harus menerima kenyataan untuk menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat yang telah memiliki tiga istri.
Keadaan inilah yang menjadikan Kartini lekat dengan kehidupan berpoligami.
4. Mengambil pengetahuan dari elit Belanda untuk Perempuan Indonesia

Kedekatannya bersama dengan orang-orang Belanda bukan hanya terjalin karena ia adalah bagian dari bangsawan.
Kefasihannya dalam berbahasa Belanda membuat Kartini cukup mudah diterima dan belajar banyak dari para elit Belanda.
Dan ilmu pengetahuan yang didapatnya ini tidak diambilnya dan dinikmatinya seorang diri melainkan dibagikannya bersama dengan kaum perempuan di Indonesia.
5. 'Habis Gelap Terbitlah Terang' awalnya bukanlah sebuah buku

Jika sekarang kamu mengenal buku Kartini yang berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang', pada mulanya karya tersebut bukanlah sebuah buku, melainkan hanya kumpulan surat-surat yang dikirimkan ke J.H Abendanon dan teman-temannya di Eropa.
Dan Setelah meninggal dunia, J.H Abendanon pun berinisiatif untuk membukukan surat-surat tersebut dengan judul 'Door Duisternis Tot Licht' yang di kenal di Indonesia dengan 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.
6. Awalnya Buku Kartini tidak berjudul 'Habis Gelap Terbitlah Terang'

Saat menikah dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Kartini diberi hadiah terjemahan Al Qur’an yang diberi nama Faidh Al Rahman Fii Tafsir Qur’an oleh guru mengajinya, Kiai Soleh Darat.
Saat membacanya, Kartini begitu terkesan dengan Surat Al Baqarah ayat 257 yang menyebutkan bahwa Allah-lah yang membimbing orang-orang beriman dari gelap menuju cahaya.
Dalam surat-surat yang dikirim kepada sahabatnya di Belanda, J.H. Abendanon, Kartini sering mengulang kalimat 'Dari gelap menuju cahaya'.
Atas dasar ini kumpulan surat-surat Kartini yang dibukukan kemudian diberi judul 'Door Duisternis Tot Licht' dalam Bahasa Belanda, yang bila diartikan menjadi 'Dari Gelap Menuju Cahaya'.
Barulah di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam Bahasa Melayu dengan judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran'.
Di tahun 1938, buku ini terbit lagi dengan judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' menurut versi sastrawan Pujangga Baru, Armijn Pane.
7. Nama Kartini dijadikan nama jalan di Belanda

Perjuangan Kartini tidak hanya menginspirasi perempuan-perempuan di Indonesia saja, melainkan kaum perempuan di Belanda pun ikut merasakan hal yang sama.
Ketika surat-surat Kartini dibukukan dalam bentuk Bahasa Belanda dengan judul 'Door Duisternis Tot Licht', mereka yang membacanya pasti tersentuh akan ketidakadilan yang harus diterima kaum perempuan pribumi di tanah Jawa.
Untuk itu, nama harum perjuangan Kartini kini diabadikan oleh pemerintah Belanda sebagai nama jalan.
Bukan hanya satu jalan, tapi ada empat jalan di Belanda yang memakai nama Kartini sebagai nama jalannya.
Di Utrecht ada Jalan R.A. Kartinistraat, di Haarlem ada Jalan Kartini, di Venio pun juga ada Jalan R.A. Kartinistraat, dan terakhir di ibu kota Belanda, Amsterdam, juga ada Jalan R.A. Kartinistraat di pusat kota.
• Fakta Unik Charles Joughin, Korban Selamat Kapal Titanic yang Bertahan 3 Jam di Lautan Beku
• Fakta Unik Deathstalker, Racun Paling Mematikan di Dunia yang Setetesnya Dihargai Rp 2 Juta
• Fakta Unik Pala, Rempah yang Dipercaya Bisa Tangkal Pandemi Black Death di Abad 14
• 5 Fakta Unik Cappadocia Turki, Punya Permukiman Bawah Tanah yang Bersejarah
• Fakta Unik Desa Wae Rebo, Negeri di Atas Awannya Flores
(TribunTravel.com/Ratna Widyawati)