TRIBUNTRAVEL.COM - Tragedi hilangnya Thoriq Rizki Maulidan di Gunung Piramid Bondowoso selain meninggalkan duka mendalam, juga menjadi pelajaran berharga bagi semua pendaki gunung.
Tentu semua orang berharap agar tidak ada tragedi pendaki gunung yang hilang ke depannya.
Guna mewujudkan harapan itu, dibutuhkan usaha dan upaya untuk setidaknya mengurangi risiko tersesat saat mendaki gunung.
Lalu apa saja yang harus dilakukan untuk meminimalkan risiko tersesat ketika mendaki gunung?
TONTON JUGA
1. Mendaftar di basecamp pendakian
Sebelum mendaki, lebih baik jika kamu terlebih dahulu melapor atau mendaftar di basecamp pendakian.
Biasanya pihak basecamp akan memberikan peta sehingga ada gambaran mengenai jalur pendakian yang akan dilalui nantinya.

Petugas Basecamp Pendakian Gunung Sindoro via Tambi (Sigedang) melakukan briefing kepada pendaki sebelum berangkat. (30/06/2019)
Beberapa basecamp pendakian kini juga menjelaskan setiap pendaki agar mereka lebih mengerti seputar jalur pendakian yang akan dilewati.
Prosedur ini ditujukan untuk meminimalkan risiko tersesat sejak pendakian dimulai.
Selain itu andai seorang pendaki tersesat, pihak basecamp juga bisa untuk segera mengambil tindakan penyelamatan.
Biasanya jika pendaki belum turun usai melewati rencana waktu turun yang ditulisnya saat akan mendaki, pihak basecamp akan segera menyiagakan personel.
2. Sewa pemandu
Untuk lebih meminimalkan risiko tersesat, ada baiknya untuk menyewa pemandu.
Beberapa basecamp pendakian kini menyediakan jasa pemandu untuk menjaga pendaki tetap berjalan di jalur semestinya sehingga mereka tidak akan salah jalur dan tersesat.

Ilustrasi mendaki gunung
Pemandu biasanya sudah sangat berpengalaman dan tahu mengenai seluk-beluk jalur pendakian.
Pendaki pun tidak perlu bingung ketika menemui percabangan.
Pemandu akan langsung memberi tahu jalan mana yang akan dipilih.
Selain itu, tidak jarang pemandu akan memberi tahu lokasi atau spot foto yang menyajikan pemandangan menawan.
Spot itu biasanya dilewatkan oleh pendaki yang tidak menyewa pemandu.
3. Tidak memisahkan diri dari rombongan
Beberapa tragedi hilangnya seorang pendaki disebabkan karena mereka memisahkan diri dari rombongan.
Ada beberapa pengakuan jika pendaki yang hilang sebelumnya berjalan terlebih dahulu dari teman-temannya, tetapi ia malah tidak pernah sampai tujuan.

Pendakian Menuju Gunung Semeru.
Oleh karena itu, hendaknya tidak memisahkan diri dari rombongan.
Pendaki dituntut untuk tetap bersama dengan temannya saat mendaki sehingga setiap orang bisa saling membantu dan mengawasi.
Andai ada hal buruk terjadi seperti pendaki terpeleset dan terjatuh, rekan pendakian bisa segera bertindak.
Jika lokasi kecelakaan tidak terjangkau, rekan pendakian bisa segera melapor dan menunjukkan tempat kecelakaan kepada tim penyelamat.
4. Mendaki melalui jalur resmi
Biasanya di jalur pendakian resmi setiap gunung, para petugas basecamp telah mempersiapkan jalur sehingga mudah ditapaki dan diikuti.
Jalur yang cukup jelas tentu meminimalkan risiko tersesat bagi pendaki.

Padang Sabana di Jalur Pendakian Merbabu via Suwanting.
Sebaliknya di jalur pendakian tidak resmi atau ilegal, tidak ada petugas resmi yang merawat jalur karena memang bukan diperuntukkan bagi aktivitas pendakian.
Jalur pun menjadi tidak jelas dan tertutup ilalang.
Hal itu tentu membuat pendaki yang nekat berisiko tersesat.
Belum lagi, tidak ada petugas berwenang yang bisa segera melakukan tindakan penyelamatan jika ada hal buruk menimpa pendaki seperti terjatuh atau tersesat.
5. Berjalan di jalur pendakian yang telah disediakan
Meski telah tersedia jalur pendakian, tidak jarang seorang pendaki berjalan di luar jalur dengan alasan untuk memangkas rute agar lebih cepat.
Hal ini jelas membuat pendaki semakin berisiko tersesat.

Sabana di Jalur Pendakian Gunung Merbabu via Selo.
Beberapa jalan pintas memang mengarah kembali ke jalur pendakian.
Namun, tidak sedikit pula yang mengarah keluar jalur pendakian.
Pendaki yang mengikutinya bisa jadi malah berjalan ke arah hutan lebat atau pinggir tebing.
Jalan pintasseperti itu biasanya terbuat oleh alam melalui aliran air hujan sehingga tampak seperti jalur pendakian.
Agar tidak tersesat, tetaplah berjalan di jalur pendakian yang telah disediakan.
6. Belajar dasar navigasi darat dan ilmu membaca peta
Kemampuan navigasi darat dan ilmu membaca peta merupakan dua hal yang dibutuhkan oleh para pendaki gunung.
Kedua ilmu tersebut biasanya akan diajarkan kepada seseorang saat mengikuti organisasi pencinta alam, baik di sekolah atau saat kuliah.
Jika tahu seputar navigasi barat dan ilmu membaca peta, maka hal itu akan meminimalkan risiko tersesat.
Seorang pendaki tetap akan mengetahui di mana ia berada selama pendakian.
7. Mendaki saat cuaca sedang cerah
Biasanya pendaki tersesat ketika kabut tebal menyelimuti gunung.
Itu karena ia tidak bisa menentukan ke arah mana ia melangkah karena pandangannya terhalang oleh kabut.

Jalan Menanjak Terjal Usai Area Camping Pos III Gunung Sindoro via Tambi.
Saat kabut tebal menyelimuti gunung, tanda alam yang bisa digunakan untuk menentukan arah seperti posisi bintang dan matahari menjadi tidak terlihat.
Oleh karena itu, lebih baik jika pendakian dilakukan saat cuaca cerah sehingga pemandangan ke arah jauh yang bisa digunakan untuk menentukan arah tetap terlihat jelas.
• Panduan Rute Pendakian Bukit Mongkrang Beserta Harga Tiketnya
• Ilustrator Ini Ciptakan Kuliner Indonesia dalam Bentuk Animasi
• Ingin Hindari Paparan Polusi Udara di Jakarta? Coba Naik Jak Lingko
• Panduan Lengkap Mengurus Visa untuk Liburan ke Prancis
• 5 Hal Aneh Ini Hanya Bisa Dilihat oleh Pilot Selama Penerbangan
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul 7 Tips untuk Meminimalkan Risiko Tersesat saat Mendaki Gunung