TRIBUNTRAVEL.COM - Secara umum Bali memang tidak bisa dilepaskan dari budayanya yang begitu unik.
Salah satu kabupaten di Bali yang memiliki budaya atau tradisi yang unik itu ialah Gianyar.
Lalu apa saja tradisi unik yang ada di kabupaten itu?
Berikut Tribun Bali sajikan 10 tradisi unik tersebut.
1. Tradisi Mesbes Bangke
Mesbes Bangke yakni sebuah budaya dan tradisi yang ada di Banjar Buruan, Tampaksiring, Gianyar.
Tradisi ini memang benar-benar ekstrim dan unik dengan mencabik-cabik mayat sehingga memang terlihat mengerikan dan menyeramkan.
Jasad atau mayat seseorang yang akan dikremasi (ngaben), akan dicabik-cabik oleh warga banjar Buruan sebelum menuju tempat pembakaran mayat.
Mayat tersebut akan ditunggu oleh warga di luar pekarangan rumah, setelah mayat tersebut keluar dari pintu gerbang rumah, barulah warga mencabik-cabik mayat tersebut.
Saking bersemangatnya, bahkan ada warga sampai naik ke atas mayat yang sedang diusung.
Tradisi ini hanya berlaku untuk mereka yang ngaben sendiri (pribadi) tidak berlaku untuk ngaben masal.
2. Tradisi Ngerebeg
Tegalalang Gianyar juga memiliki tradisi unik yang bernama Ngerebeg.
Tradisi ini melibatkan anak laki-laki saja, mulai dari balita hingga pemuda yang sudah tergabung dalam seka teruna (organisasi pemuda) di desa tersebut, ikut menjalani tradisi ini.
Setiap peserta yang ikut, dirias agar wajahnya terlihat seram dan menakutkan dengan warna-warna yang dipilih sendiri oleh peserta.
Adapun riasan seram tersebut untuk mewakili wujud wong samar (makhluk halus) yang sering mengganggu anak-anak.
Digelarnya tradisi Ngerebeg ini bertujuan untuk memberikan tempat dan persembahan kepada wong samar agar bisa hidup berdampingan dengan manusia dan tidak saling mengganggu.
Tradisi inipun digelar secara rutin oleh tujuh banjar di desa Pakraman Tegalalang, dalam rangkaian pujawali yang digelar di Pura Duur Bingin.
3. Tradisi Mepantigan
Tradisi ini adalah sebuah aksi bela diri tradisional.
Mepantigan berarti membanting, sehingga dalam tradisi ini diperlukan kelihaian untuk bisa membanting lawan.
Permainan bela diri tradisional ini bisa dilakukan di mana saja, yang penting arealnya berlumpur, sehingga tidak membahayakan untuk lawan yang dibanting tetapi lawan akan penuh balutan lumpur.
Peserta bertanding satu lawan satu dengan cara membanting lawan, kemudian bergulat dan mengunci lawan, tidak hanya sekadar keberanian, memang diperlukan teknik agar bisa membanting lawan di lumpur, sehingga terlihat layaknya gulat lumpur.
Sekarang tradisi Mepantigan masih bisa ditemukan di Pondok Mepantigan Bali, lokasinya di Banjar Tubuh, Batubulan, Gianyar.
4. Tradisi Mepeed
Desa Sukawati Gianyar memiliki tradisi Mepeed sebagai sebuah budaya dan kearifan lokal yang masih dipertahankan sampai saat ini dan menjadi atraksi yang menarik juga untuk disaksikan.
Mepeed adalah berbaris beriringan sampai ratusan meter dengan pakaian khas adat Bali, biasanya mereka adalah kaum ibu yang mengusung banten gebogan yaitu rangkaian buah, jajanan, janur sebagai sarana upacara keagamaan yang disusun bertingkat.
Tetapi Mepeed di Sukawati diikuti oleh semua kalangan, laki-laki ataupun perempuan dari anak-anak sampai lansia menggunakan pakaian adat Payas Agung dengan pakem Sukawati yang masih dipertahankan sampai sekarang.
5. Tradisi Siat Yeh
Tradisi Siat Yeh atau Perang Air ini digelar setiap tahun tepatnya saat tahun baru Masehi dimulai yaitu tanggal 1 Januari di Desa Suwat Gianyar.
Tradisi ini merupakan tradisi yang unik karena jarang sekali ritual di Bali menggunakan kalender Masehi sebagai patokannya.
Tujuan dari digelarnya Tradisi Perang Air di Gianyar ini adalah sebagai bentuk pembersihan diri dari hal-hal negatif yang sudah terjadi pada tahun sebelumnya agar di tahun yang baru ini diharapkan tidak menimpa warga kembali.
Menurut warga Suwat, di awal tahun yang baru wajib bagi mereka untuk melakukan pembersihan pada alam sekitar dan diri sendiri agar pengaruh negatif yang ada di lingkungan sekitar ataupun di dalam diri kita sendiri dapat segera dimusnahkan.
6. Tradisi Ngedeblag
Tradisi unik di Bali berikutnya adalah Ngedeblag di Kemenuh Gianyar.
Ngedeblag adalah prosesi rutin yang digelar setiap enam bulan sekali (kalender Bali) tepatnya pada hari Kajeng Kliwon, pada saat peralihan sasih Kelima (bulan 5) ke sasih Kanem (bulan 6) dalam kalender Bali atau sekitar bulan September – Desember kalender masehi.
Para pengayah (peserta) laki-laki arus menggunakan kamben (kain) yang dilapisi dengan saput tanpa menggunakan baju.
Mereka juga dibuat menjadi seseram mungkin, dengan cat air warna warni, dan satu oles pamor yang dioleskan pada kening.
Tujuan digelarnya tradisi Ngedeblag adalah untuk membersihkan bhuana agung (alam semesta) dan bhuana alit (diri manusia) agar desa Kemenuh terhindar dari segala bencana.
7. Tradisi Meketekan
Jika secara nasional ada yang namanya sensus penduduk, di mana semua penduduk didata secara riil sesuai data di lapangan, di desa ini pencatatan dilakukan menggunakan sebuah tradisi yang disebut Meketekan.
Meketekan adalah salah satu proses pencatatan warga secara niskala yang dilakukan di Desa Pakraman Patas, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.
Tradisi ini khusus dilakukan di Pura Dalem desa setempat.
Tradisi Meketekan secara umum memang hampir sama dengan proses pendataan penduduk yang dilakukan secara nasional.
Namun bedanya, Meketekan yang merupakan pencatatan penduduk secara niskala ini telah berlangsung secara turun-temurun jauh sebelum adanya sensus.
Dalam pelaksanaannya juga dilakukan dengan sarana bebantenan, serta dilakukan khusus di Pura Dalem Desa Pakraman Patas.
8. Tradisi Maedeng
Krama di Desa Pekraman Susut, Desa Buahan, Payangan memiliki tradisi unik menyambut upacara Tawur Kesanga.
Tradisi yang rutin digelar dua minggu sebelum hari raya Nyepi ini disebut “Maedeng” yakni memilih sepasang godel (anak sapi) jantan dan betina untuk dipersembahkan di Catus Pata dan Pura Dalem desa setempat.
Tradisi ini pun diikuti krama dengan membawa ratusan ekor godel di areal Setra Desa Pekraman Susut.
Tradisi “maedeng” ini sudah merupakan warisan secara turun-temurun dan wajib dilaksanakan.
Bahkan, persembahan sepasang godel untuk sesajen ‘tawur kesanga’ ini diyakini sebagai sebuah kewajiban desa.
Sesuai dengan cerita leluhur, pada masa lampau, desa setempat sempat diserang wabah penyakit mematikan serta paceklik berkepanjangan hingga akhirnya tradisi ini dilaksanakan.
9. Tradisi Siat Sampian
Tradisi Siat Sampian yakni perang-perangan menggunakan janur atau disebut Siat Sampian di areal Pura Samuan Tiga, Gianyar.
Tradisi yang selalu digelar tiga hari setelah puncak karya pujawali Pura Samuan Tiga ini sebagai simbol memerangi kejahatan atau adharma.
Tradisi ini melibatkan umat laki-laki yang disebut Parekan, dan umat perempuan yang disebut Permas.
Prosesi Siat Sampian diawali dengan Nampyog, yakni para Permas sebanyak 60 orang berjalan mengililingi halaman madya mandala pura sambil menari sederhana atau disebut Tari Sutri.
Nampyog dilakukan selama tiga kali, dan gerakannya selalu berubah.
Selama berkeliling, pinggang Permas diikatkan selembar selendang putih secara sambung-menyambung oleh para Permas di barisan berikutnya atau disebut proses Ngober.
Usai prosesi ngober, umat laki-laki melakukan maombak-ombakan, yakni para parekan saling berpegangan satu sama lain mengelilingi halaman pura.
Parekan yang saling berpegangan ini berputar selama tiga kali disertai dengan teriakan-teriakan seperti orang kesurupan.
Mereka pun berusaha agar dapat memegangi bangunan suci yang ada di pura.
Prosesi ini disertai dengan tetabuhan yang menambah semangat parekan dan permas untuk memulai Siat Sampian.
Puncaknya, para parekan saling lempar sampian yang sudah disiapkan.
Mereka kemudian saling pukul serta melempar sebagai simbol dari perang dengan menggunakan janur selama kurang lebih 15 menit.
10. Tradisi Mesabatan Api
Tradisi Mesabatan Api atau perang api dilakukan dengan menggunakan serabut kelapa.
Tradisi ini telah berlangsung lama di Desa Adat Nagi, Kabupaten Gianyar.
Tradisi tahunan itu sudah diwariskan oleh nenek moyang warga Desa Adat Nagi yang digelar sehari sebelum Hari Raya Nyepi untuk menciptakan keharmonisan, menyucikan alam sekaligus memupuk persaudaraan.
Tradisi tahunan ini menampilkan atraksi saling menyerang antarpemuda menggunakan serabut kelapa yang berisi api.
• Jajanan Jejepangan yang Bisa Kamu Coba Ketika Ada di Festival Jepang, dari Takoyaki hingga Taiyaki
• 5 Variasi Tenun Khas Bali yang Cocok Dijadikan Sebagai Oleh-oleh, Kain Endek Sudah Ada Sejak 1975
• 8 Pura Unik di Bali yang Letaknya Berada di dalam Gua, Jangan Lupa Mampir ke Pura Batu Pageh
• Selain Nasi, 8 Makanan Ini juga Bisa Dimasak Menggunakan Rice Cooker
• 8 Oleh-oleh yang Wajib DIbeli Saat Berlibur ke Bali, Jangan Lupa Cicipi Pie Susu Bali
Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul TRIBUN WIKI - 10 Tradisi Unik yang Ada di Kabupaten Gianyar Bali