Laporan Wartawan TribunTravel.com, Ambar Purwaningrum
TRIBUNTRAVEL.COM - Beberapa waktu lalu dunia digemparkan oleh terjebaknya 12 anak di sebuah gua di Thailand.
Mereka diketahui terjebak selama 17 hari akibat banjir yang menimpa kawasan itu.
Setelah dilakukan pencarian besar-besaran, mereka berhasil ditemukan dalam keadaan selamat.
Untuk mengenang tragedi ini, pemerintah setempat menjadikan gua tempat hilangnya anak-anak ini sebagai museum.
Dilansir TribunTravel.com dari lamam mirror.co.uk, anak-anak itu hilang di Tham Luang, satu sistem gua terbesar di Thailand, selama sembilan hari sebelum ditemukan oleh regu penyelamat.
Usai ditemukan, mereka tak segera bisa diselamatkan karena sulitnya lokasi penemuan.
Butuh satu minggu untuk bisa mengeluarkan mereka dari dalam gua.
Untuk mengenang kisah mereka, pemerintah setempat membuka museum baru.
Museum itu berada di lokasi di mana anak-anak itu terperangkap.
Narongsak Osottanakorn, kepala misi penyelamatan mengatakan,"Daerah itu akan menjadi museum hidup, untuk menunjukkan bagaimana operasi itu berlangsung."
"Basis data interaktif akan disiapkan. Ini akan menjadi daya tarik utama bagi Thailand."
Namun, Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha mengatakan tindakan pencegahan harus dilakukan terlebih dahulu, baik di dalam maupun di luar gua, untuk melindungi wisatawan.
Lagipula, alasan bocah-bocah itu terperangkap di bawah tanah karena banjir bandang akibat musim hujan di Thailand yang cenderung berlangsung dari Juni hingga Oktober.
Belum dikonfirmasi apakah museum interaktif akan tertutup bagi wisatawan selama waktu ini, meskipun itu mungkin terutama karena bagian lain dari sistem gua tertutup bagi pengunjung pada periode yang sama.
12 anak laki-laki dan pelatih sepak bola yang diselamatkan telah kehilangan rata-rata 2 kg berat badan selama 17 hari terjebak di dalam gua.
Beruntung mereka dalam kondisi yang baik dan dan tidak menunjukkan tanda-tanda stres, kata seorang pejabat kesehatan senior.
Kisah mereka menarik perhatian dunia saat operasi penyelamatan berlangsung.
Bantuan resmi untuk penyelamatan datang dari Inggris, Amerika Serikat, Jepang, Laos, Myanmar, China dan Australia, tetapi ada juga relawan dari Ukraina, Denmark, Jerman, Belgia, Kanada dan Finlandia.