Laporan Wartawan TribunTravel.com, Rizki A Tiara
TRIBUNTRAVEL.COM - Selama ini kelelawar dianggap sebagai binatang yang dapat mengotori rumah atau bangunan.
Bagaimana tidak?
Kotoran binatang malam itu kerap mengotori dinding dan lantai bangunan atau rumah.
Namun, bagi perpustakaan di Portugal, kelelawar malah dibiarkan tinggal di dalamnya dengan bebas.
Dikutip TribunTravel.com dari laman Travel and Leisure, University of Coimbra di Portugal Tengah, ada sejumlah kelelawar di bagian biblioteca atau perpustakaannya.
Kelelawar-kelelawar itu menukik melalui tumpukan-tumpukan buku yang meliputi edisi pertama buku Roman Antiquities karya Dionysius Halicarnassus dan melewati berbagai buku abad ke-15 dan Opera Omnia karya Homer.
Apa yang dilakukan kelelawar itu saat berada di dalam perpustakaan?
Ternyata mereka terbang untuk berburu, menangkap, dan memakan serangga.
Perpustakaan di University of Coimbra adalah satu dari dua perpustakaan abad ke-18 di Portugal yang dengan tangan terbuka menyambut datangnya kelelawar.
Dengan memakan serangga-serangga kecil, kelelawar dapat membantu menjaga keawetan buku koleksi perpustakaan.
Koloni kelelawar jenis Common pipistrelle bersarang di antara rak-rak buku perpustakaan Joanina di Coimbra.
Biasanya mereka keluar pada senja dan memakan lalat, ngengat, dan serangga lainnya sebelum akhirnya keluar jendela perpustakaan dan melintasi kota untuk mencari air.
Serangga seperti ngengat, kutu, lalat, dan lainnya dapat memakan dan merusak buku.
Namun, masih belum diketahui apakah kelelawar-kelelawar itu telah tinggal di perpustakaan sejak 300 tahun yang lalu ketika dibangun atau belum lama ini.
Yang diketahui oleh para pustakawan adalah hewan itu sudah ada di sini setidaknya sejak abad ke-19.
Pasalnya, sekarang ini mereka masih menggunakan kain yang terbuat dari kulit binatang, diimpor dari Rusia untuk menutupi meja asli abad ke-18, melindunginya dari kotoran kelelawar.
Dan setiap pagi, seperti yang dilakukan pendahulu mereka para pustakawan memindahkan kain kulit tersebut dan membersihkan lantai perpustakaan.
Pengunjung perpustakaan bahkan dapat melihat kelelawar sendiri.
Kesempatan terbaik untuk melihat hewan itu keluar dari sarang adalah pada di malam hari.
Cukup berdiri di tangga tepat di luar pintu kayu jati perpustakaan, dan tunggu mereka muncul dan beterbangan melintasi alun-alun kota dan ke bukit.
Sementara jika melihat kelelawar pada hari hujan, suara-suara kelelawar beresonansi dari dalam tumpukan buku.
Para pustakawan berkata, mereka juga sering mendengar kelelawar “bernyanyi”, memancarkan vokalisasi sosial saat gerimis pada sore hari.
Sekitar 125 mil ke selatan, di barat laut Lisbon, ada koloni kelelawar dalam ruangan lainnya berada di sebuah perpustakaan berusia 300 tahun di National Palace of Mafra.
Mengetahui sejak kapan koloni ini tinggal di sana juga sulit.
Namun, Hugo Rebelo, ahli biologi kelelawar di Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati dan Sumber Daya Genetik dari Universitas Porto, membayangkan beberapa kelelawar telah ada di sana selama berabad-abad.
Hugo telah menghabiskan waktu untuk meneliti koloni yang terdiri dari kelelawar abu-abu bertelinga panjang serta beberapa kelelawar serotin.
Pada malam hari, hewan itu beraksi di antara koleksi perpustakaan kerajaan monastik berupa incunabula (buku yang dicetak sebelum tahun 1501 M).
Incunabula ini mencakup salinan Kronik Nuremberg dan karya terkenal lainnya seperti Encyclopédie pertama dari Diderot et D'Alembert .
Perpustakaan bergaya era Enlightenment di National Palace of Mafra memiliki sekitar 36.000 buku yang dianggap paling penting di Eropa.
Lantainya dilapisi ubin marmer berwarna merah mawar, putih, dan abu-abu, dan rak-raknya dipenuhi dengan manuskrip kuno.
Perpustakaan ini juga menjadi setting lokasi Lilliputian Great Chamber of War dalam film Gulliver's Travels yang dirilis pada 1996 silam.