TRIBUNTRAVEL.COM - Pecinta musik wajib menyempatkan diri singgah di Lokananta ketika berada di Solo.
Studio yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani 387, Solo ini memiliki peninggalan peralatan musik zaman dulu yang hingga kini masih bisa berfungsi.
Kualitasnya pun tidak perlu diragukan dibandingkan alat buatan era sekarang.
Lokananta tidak hanya sebagai tempat rekaman bagi para musisi.
Tempat ini juga menyimpan seperangkat gamelan yang biasa dipakai untuk mengiringi musik karawitan.
Menurut Agus Budi Riyanto, seorang penjaga, sangat disayangkan gamelan di Lokananta tidak dimainkan lagi oleh anak muda.
Ia juga prihatin dengan generasi muda sekarang yang abai dengan kekayaan budaya bangsa.
Dituturkan Agus, justru para turis mancanegara yang menyambangi Lokananta sangat antusias dengan seni gamelan.
Pria berperawakan tegap ini terlihat lancar dan menguasai setiap runtutan cerita di setiap ruang yang ada di Lokananta.
Ia terlihat bersemangat tatkala membagikan cerita tentang gamelan itu.
Rupanya, ada pengalaman menyentil yang yang masih menempel di benaknya tentang gamelan ini.
Nama Lokananta sendiri diambil dari cerita legendaris pewayangan.
Lokananta merupakan seperangkat gamelan dari Suralaya, istana dewa-dewa di kahyangan.
Konon, gamelan Lokananta dapat berbunyi sendiri tanpa penabuh.
Rupanya, nama yang melekat ini juga terjadi di Lokananta saat ini.
"Gamelan ini dari zaman Pangeran Diponegoro. Sering main sendiri, tahu-tahu bunyi padahal enggak ada siapa-siapa. Soalnya saya sudah buktikan,” ungkap pria yang bekerja di Lokananta sejak tahun 2008.
Tak mengingat tahun persisnya, kata Agus, kala itu dirinya bertugas jaga di malam hari.
Seperti biasa dia berkeliling mengontrol setiap sudut Lokananta.
Tiba-tiba, ia mendengar alunan indah gamelan dari ruangan yang ada di sudut belakang bangunan berbentuk letter U ini.
“Takut ada barang yang hilang dimaling, saya kemudian memastikan datangnya suara. Ketika dihampiri, suara itu menghilang,” ujarnya.
Bulu kuduknya seketika bergidik, apalagi itu malam Jumat sekitar pukul 00.00 WIB.
Baginya, hal itu tidak menyeramkan justru gamelan inilah ikon Lokananta sebagai sejarah karawitan di Indonesia.
Kata Agus, dulu memang ada yang menaruh sesajen di gamelan ini.
Ia pun meyakini kepercayaan orang Jawa, perlu ada perawatan khusus untuk barang-barang peninggalan nenek moyang sebagai bentuk penghormatan.
Gamelan bernama Kyai Sri Kuncoro Mulyo dibuat pada zaman Pangeran Diponegoro, kepunyaan Raden Moelyosoepobro.
Asal gamelan ini dari Priyagung Trah Dalem di Yogyakarta Hadiningrat, sudah ada sejak tahun 1920.
Pada tahun 1937, gamelan ini beralih pemilik ke tangan Raden MoelyoSoehardjo di Surakarta Hadiningrat.
Sang empu yang merupakan pewaris pertama ini menaruh hati pada gamelan ini lantaran penggemar kesenian Jawa, baik gaya Yogyakarta maupun Surakarta.
Pada zaman dulu, gamelan ini dimainkan para empu-empu karawitan dalam waktu tertentu yakni pada weton yang dipilih.
Rancakan Lestari Gagrak Mataraman, adalah istilah yang merujuk pada nada dasar yang dipakai di gamelan ini, disesuaikan dengan gaya Surakarta, nada tumbuk enem.
Ditambahkan Agus, sejak 12 Oktober 1984, gamelan ini diboyong ke Lokananta.
Tujuannya adalah merawat gamelan ini.
Selain itu, agar berkumandang bagaikan gamelan Lokananta. (Shela Kusumaningtyas/Magang TribunJateng)