Akses berita terupdate se-indonesia lewat aplikasi TRIBUNnews

Jadi Favorit Warga Sragen, Inilah Gatot dan Kerupuk Trowolo yang Legendaris

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sugimin, pembuat gatot dan kerupuk trowolo di Dusun Sunggingan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen Rabu (4/9/2024).

TRIBUNTRAVEL.COM - Gatot dan kerupuk trowolo menjadi menjadi makanan khas Kabupaten Sragen yang patut dicoba.

Bagi masyarakat Sragen dan sekitarnya, tentu gatot dan kerupuk trowolo sudah tak asing lagi.

Sugimin dan Tini pembuat gatot dan kerupuk trowolo di Dusun Sunggingan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. (TRIBUNSOLO.COM/Septiana Ayu)

Makanan tersebut terbuat dari bahan baku singkong.

Gatot biasanya disajikan sebagai pendamping teh atau kopi.

Baca juga: Berawal dari Ruang Tamu Rumah, UMKM Pasobi Ondel-ondel Betawi Siap Go Internasional

Makin nikmat bila gatot disajikan dalam kondisi yang masih hangat.

Selain tahu dan tempe, gatot juga menjadi gorengan favorit bagi warga Sragen.

Sedangkan kerupuk trowolo memang terbilang jarang ditemui.

Sebab kerupuk trowolo umumnya dapat ditemukan dalam acara hajatan saja.

Ya, ketika menghadiri acara hajatan di Kabupaten Sragen, setiap tamu undangan pasti akan diberi sebuah bingkisan untuk dibawa pulang.

Baca juga: Pantai Cemara, Wisata Murah Meriah di Lembar, Lombok Barat, NTB, Cek Harga Tiket Masuknya

Dan di dalam bingkisan itu, pasti didalamnya ada kerupuk dengan warna cerah dan terdapat corak garis berwarna merah muda ini.

Salah satu pembuat makanan legendaris tersebut adalah Sugimin (54) warga Dusun Sunggingan, Desa Jambeyan, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen.

Sugimin sendiri mulai memproduksi gatot dan kerupuk trowolo sejak lulus SMP, yakni sekitar tahun 1987, yang berarti sudah berjalan selama 37 tahun.

Kisah pedagang 37 tahun jualan cemilan jadul, sukses kuliahkan anak tanpa perlu merantau. (Kolase Tribun Solo/Septiana Ayu Lestari)

Ia dan istrinya, yakni Tini (47) merupakan generasi kedua di keluarganya yang menekuni usaha ini.

Menurut Sugimin, dulu hampir tiap rumah di desanya adalah produsen kerupuk trowolo.

Namun, dengan berjalannya waktu, hanya tinggal beberapa orang saja yang masih bertahan.

Halaman
123