TRIBUNTRAVEL.COM - Sekilas penampilan gula aren tak ada beda dengan gula kelapa.
Hanya warnanya tampak lebih gelap.
Tetapi jika diteliti lebih jauh, baik dari rasa hingga aroma, akan lebih jelas pembedanya.
Jika gula merah dibuat dengan bahan nira kelapa, sedangkan gula aren dibuat dari nira aren.
Baca juga: Padukan Wisata Alam dan Edukasi, Kunjungi Menggala Ranch di Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah
Jika ingin melihat proses produksi gula aren, datanglah ke Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Di Desa Sampang, ada sejumlah warga yang masih memproduksi gula aren secara tradisional.
LIHAT JUGA:
Salah satuya Irma, yang memanfaatkan tungku tradisional berbahan bakar kayu untuk membuat gula aren.
Bahan dasar pembuatan gula ini adalah nira atau dalam istilah Banyumasan Badeg yang diambil dari pohon aren.
Pepohonan aren memang masih tumbuh subur di kebun-kebun warga atau hutan.
Meski keberadaannya semakin jarang karena banyak yang telah ditebang untuk ditanami komoditas lain.
Pengrajin gula aren pun terus berkurang seiring dengan menyusutnya produktifitas tanaman aren.
Populasi penderes nira aren di desa ini juga berkurang karena tragedi longsor Dusun Jemblung pada 2014 silam.
Baca juga: Grojogan Ratu di Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah Suguhkan Pesona Alam yang Memukau, Tiketnya Murah
Beberapa penderes yang tengah berburu nira di lereng bukit Tlaga Lele dilaporkan ikut hilang saat bukit itu runtuh dan mengubur pemukiman.
"3 penderes tidak kembali, termasuk paman," kata Irma.
Irma satu di antara sekitar lima pengrajin di dusunnya yang masih bertahan memproduksi gula aren.
Keluarganya masih memiliki belasan pohon aren di kebun yang menjadi ujung tombak produksi gula aren.
Meski beberapa di antaranya sudah tidak produktif karena usia pohon terlalu tua.
"Kalau pas cuaca terang, pohon yang tua nggak keluar niranya. Kalau pohon nggak keluar nira, berhenti buat gula," katanya
Usaha rumahan ini bukan hanya melibatkan perempuan yang bertugas mengolah nira menjadi gula.
Dari usaha itu, lahir profesi penderes yang setiap hari bertugas memanjati sejumlah pohon aren untuk berburu nira.
Pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh laki-laki atau suami dalam rumah tangga.
Lantas di tangan perempuan seperti Irma, nira yang telah dicampur bahan lain itu dimasak hingga beberapa jam di atas tungku tradisional.
Hingga bahan cair itu berubah mengental, Irma lanjut mencetaknya.
Limbah batok kelapa yang telah dibelah dan berbentuk mangkuk jadi alat cetak alami untuk membentuk gula aren sesuai keinginan pasar.
Satu kilogram gula aren biasa ia jual seharga sekitar Rp 18 ribu.
Baca juga: Mencicipi Kuliner Legendaris Serabi Mbok Sur di Kedungwuluh, Purwokerto Barat, Banyumas, Jateng
Produksi gula aren Irma tidak lah banyak.
Dalam sehari, ia hanya bisa menghasilkan sekitar 1 kilogram atau paling banyak 5 kilogram.
Produksi gula aren memang bergantung dari seberapa banyak pasokan bahan baku atau nira yang didapat penderes.
Irma pun tidak bisa setiap hari memproduksi gula.
Ia harus bergantian memproduksi gula dengan kerabatnya karena mengandalkan pohon aren yang sama.
"5 hari buat, 5 hari gak, gantian dengan uwa. Bisa buat sampingan," katanya
Harga gula aren memang sedikit lebih mahal dibanding gula kelapa yang hanya sekitar Rp 14 ribu sampai 15 ribu perkilogram di tingkat pengrajin.
Populasi tanaman aren yang menghasilkan nira untuk bahan pembuatan gula lebih langka ketimbang pohon kelapa yang pesebarannya lebih masif.
Selain itu, gula aren dinilainya memiliki beberapa keunggulan yang menjadikannya dihargai lebih mahal.
Baca juga: 4 Hotel Murah Dekat Baturraden Banyumas Tarif Rp 100 Ribuan per Malam
Rasa gula aren lebih manis dan enak.
Aromanya pun lebih wangi dan tajam dibandingkan gula kelapa.
Perbedaan itu tentu akan lebih jelas ketika kita merasakannya langsung.
"Dikunyah juga enak, pengganti permen," katanya.
(TribunJateng.com/khoirul muzaki)
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Menengok Produksi Gula Aren di Desa Sampang Banjarnegara, Masih Mengandalkan Tungku Tradisional.