Suasana di kawasan benteng pun sangat sejuk dan teduh.
Baca juga: Destinasi Super Premium Air Terjun Sunsa Kompol di Desa Benteng Suru, Kuwus, Manggarai Barat, NTT
Sejarah Benteng Ranu Hitu
Dilansir dari situs resmi kebudayaan.kemdikbud.go.id menjelaskan, tidak ada data-data tertulis mengenai Situs Benteng Ranu HItu, data sejarah mengenai benteng ini lebih banyak didapatkan melalui cerita dari tetua adat (makoan) seorang penutur.
Cerita mengenai Situs Benteng Ranu Hitu berkembang dan berlanjut dengan budaya lisan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya.
Benteng Ranu Hitu atau yang biasa dikenal orang-orang lokal sebagai Benteng Lapis 7, karena berada di atas bukit Makes maka benteng ini juga sering disebut dengan Benteng Makes.
Benteng ini adalah benteng utama Kerajaan Dirun pada waktu itu, benteng perang tradisional di pedalaman yang pada saat itu di Timor masih sering terjadi perang antar suku.
Menurut cerita masyarakat setempat Benteng Ranu Hitu sudah ada sebelum penguasaan Portugis dan beberapa kali berpindah tangan sampai akhirnya dijaga oleh tiga pahlawan lokal dari tiga suku lokal yaitu suku Loos, suku Sri Gatal, dan suku Monesogo.
Benteng ini dulu merupakan tempat para pahlawan, atau yang biasa disebut Meo.
Di benteng ini biasanya mereka mengatur strategi atau bahkan melakukan tes kekebalan tubuh dengan cara memotong-motong tubuh mereka sendiri untuk membuktikan apakah tubuh mereka bisa kembali menjadi utuh sebelum maju ke medan perang.
Di benteng ini terdiri dari 7 lapis pertahanan yang dimulai dari awal pintu masuk hingga akhirnya ke lapisan terakhir dimana terdapat sebuah area bulat dari batu membentuk sebuah tempat pertemuan, tempat dimana raja-raja waktu dulu berkumpul.
Susunan bangku ruang pertemuan dari batu tersebut masih terlihat asli dan alami, terdiri dari batu-batu alam pipih yang disusun sedemikian rupa dan melingkar (tata batu melingkar).
Terdapat dua buah pintu sebagai akses keluar masuk, diatas susunan benteng terdapat 10 buah batu tegak (menhi) yang ditempatkan melingkar sesuai dengan struktur benteng.
Di tengah tempat pertemuan terdapat dua buah batu besar dan kecil yang konon dulu dipergunakan untuk menaruh kepala musuh mereka.
Salah satu bangku batu terlihat spesial dari yang lainnya karena memiliki singasana batu yang lebih tinggi.
Ternyata itu merupakan tempat raja Suku Uma Metan.
Baca juga: Lodok Lingko Cancar, Wisata Sawah Jaring Laba-laba di Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT
Baca tanpa iklan