Melansir Kompas.com, astronom amatir Marufin Sudibyo menjelaskan bahwa secara astronomis, puasa dimulai pada saat cahaya fajar (fajar astronomis) mulai muncul di kaki langit timur, dan berakhir manakala Matahari tepat terbenam sempurna, yakni tatkala piringan teratas Matahari tepat meninggalkan garis kaki langit barat (garis horizon semu).
Namun, kedudukan Matahari ini berbeda-beda seiring gerak semu tahunannya, yang menyebabkan durasi puasa di negara-negara dunia juga menjadi berbeda seiring perbedaan kedudukan garis lintangnya.
Perbedaan ini mungkin tak akan terlalu terasa di kawasan tropis, seperti Indonesia, karena kedudukan Matahari yang mengalami gerak semu tahunan di antara garis balik utara (lintang 23,5 LU) hingga garis balik selatan (lintang 23,5 LS).
Baca juga: Liburan ke Banyumas saat Bulan Ramadhan, Kunjungi 3 Tempat Ngabuburit yang Seru
Namun di kawasan subtropis, Marufin berkata bahwa durasi puasa akan sangat berbeda seiring peningkatan nilai garis lintang.
"Durasi puasa terpanjang bagi kawasan subtropis terjadi pada puncak musim panas, di mana bagi belahan Bumi utara, semakin mendekat ke arah kutub utara, maka durasi puasa akan semakin panjang. Hal yang sama berlaku pula bagi belahan Bumi selatan," ujarnya melalui pesan yang diterima Kompas.com, Rabu (8/5/2019).
"Sebaliknya durasi puasa terpendek terjadi pada puncak musim dingin, di mana bagi belahan Bumi utara, semakin mendekat ke arah kutub utara, maka durasi puasa akan semakin pendek. Hal yang sama berlaku pula bagi belahan Bumi selatan," imbuhnya.
(TribunTravel.com/SA)
Baca tanpa iklan