Ia menjelaskan, ini berbeda dengan fenomena halo Matahari atau halo Bulan yang banyak dijumpai di belahan dunia lain.
"Karena letak partikel es ini bukan berada di awan cirrus di lapisan stratosfer, sebagaimana halo Matahari atau halo Bulan," jelas dia.
Namun, partikel es tersebut berada di lapisan troposfer atau lapisan paling rendah atmosfer.
Dengan begitu, busur yang terbentuk lebih besar ukurannya dibandingkan halo Matahari.
Baca juga: Katupek Pitalah Purus dan 5 Tempat Sarapan Enak di Padang Sumatera Barat
Dikutip dari Space, nama "sundog" diyakini berasal dari mitologi Tunan.
Nama tersebut mungkin mencerminkan kepercayaan bahwa Zeus, ayah dari semua dewa dan dewa langit dalam mitologi Yunani, membawa anjing-anjingnya melewati langit.
Mereka sering muncul sebagai sahabat Matahari, sehingga tampak muncul ada dua Matahari palsu di sampingnya.
Karena sundog lebih umum terjadi saat Matahari dekat dengan cakrawala, waktu terbaik untuk mencari ilusi ini adalah di pagi atau sore hari saat Matahari terbit atau terbenam.
Fakta bahwa es adalah kunci penciptaan sundog, berarti lebih mungkin melihatnya selama musim dingin, terutama semakin jauh ke utara.
Itu berarti pagi musim dingin pada bulan Desember di belahan Bumi utara memberikan waktu yang ideal untuk berburu sundog.
Baca juga: Nagari Saribu Rumah Gadang dan 4 Tempat Wisata yang Lagi Hits di Solok Sumatera Barat
Tornado di Bandung jadi sorotan
Sebelumnya, peristiwa angin tornado di Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menjadi sorotan.
Adapun video detik-detik angin tornado melanda wilayah Rancaekek tersebut beredar luas hingga viral di media sosial.
Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin menyebut, angin kencang yang terjadi di Rancaekek bisa jadi sebagai tornado pertama di Indonesia.
Erma mengatakan, pihak BRIN berupaya merekonstruksi dan menginvestigasi angin tornado yang melanda wilayah tersebut pada Rabu sore (21/2/2024).
 Baca tanpa iklan
                           Baca tanpa iklan