Tujuannya, mengedukasi masyarakat atau pengunjung lampion agar tidak nyampah dan membuang sampah bekas jajan ke tong sampah yang disediakan.
"Gerakan ini baru beberapa tahun, karena memang masalah yang paling kompleks di lampion ya sampah. Panitia bekerjasama dengan organisasi relawan melakukan kampanye di lampion," katanya.
Baca juga: 4 Hotel Murah Dekat Pasar Gede Solo, Tarif Mulai Rp 80 Ribuan per Malam
Sejarah kue karanjang
Kue keranjang awalnya merupakan persembahan dalam ritual upacara adat.
Namun secara perlahan kue keranjang berubah menjadi makanan khas di festival musim semi.
Menurut cerita, pada musim semi dan musim gugur pada 722-481 SM, China masih terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil dan orang-orang menderita kelaparan karena perang.
Raja pun membuat dinding yang kuat untuk melindungi wilayah dari serangan, sehingga rakyat tidak lagi dibuat khawatir dengan perang.
Ia kemudian mengadakan jamuan pesta untuk merayakan ide ini.
Namun Perdana Menteri Wu Zixu berpikiran hal lain.
Menurut Wu, perang tidak bisa dipandang enteng.
Tembok yang kuat memang merupakan perlindungan yang baik, tetapi jika musuh mengepung kerajaan, tembok itu juga merupakan penghalang keras bagi diri kita sendiri.
"Jika keadaan benar-benar buruk, ingatlah untuk gali lubang di bawah dinding," kata Wu Zixu.
Bertahun-tahun kemudian, setelah Wu Zixu meninggal, kata-katanya menjadi kenyataan.
Baca juga: 4 Nasi Liwet di Solo Buat Sarapan Enak, Harga Murah dengan Porsi yang Banyak
Banyak orang mati kelaparan saat perang.
Tak tinggal diam, para prajurit kemudian melakukan apa yang dikatakan Wu Zixu.
Mereka menemukan bahwa tembok di bagian bawah dibangun dengan batu bata khusus yang terbuat dari tepung beras ketan.
Batu bata dari tepung beras ketan itu kemudian menyelamatkan banyak orang dari kelaparan.
Batu bata itulah Nian Gao yang ada sampai saat ini.
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Tukar Sampah di Area Lampion Solo, Dapat Kue Keranjang.