Meskipun demikian, kepala penerbangan mendukung keputusan anggota awak kabin dan mengatakan bahwa Helen harus turun dari pesawat.
Helen bersama dengan suaminya mengaku dipaksa turun dan digiring ke bandara.
Mereka dipaksa untuk mengembalikan barang belanjaan bebas bea mereka sebelum menjalani pemeriksaan oleh pihak pengawasan perbatasan.
Suaminya, Taylor mengaku kecewa atas tindakan maskapai.
"Saya belum pernah mendengar hal yang begitu konyol dalam hidup saya," kata dia, dikutip dari Independent.
"Saya tidak percaya bagaimana kami diperlakukan. Itu benar-benar gila. Mereka tidak boleh melakukan ini pada orang lain," imbuhnya.
Taylor juga menyayangkan tindakan maskapai yang membuat keputusan sepihak tanpa rekomendasi dokter.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, Taylor mengatakan bahwa dirinya beberapa kali menghubungi maskapai Jet2 untuk mengeklaim pengembalian uang liburan senilai 1.800 Euro dan sempat tidak mendapat tanggapan.
Penjelasan Jet2
Juru bicara Jet2 mengaku telah berkomunikasi dengan pihak medis terkait keputusan menurunkan Helen.
"Setelah bekerja sama dengan spesialis penerbangan medis independen, kru kami mengambil keputusan ini karena kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan pelanggan selalu menjadi prioritas utama kami," kata dia, masih dari sumber yang sama.
Pihaknya mengaku meminta maaf atas tindakan tersebut. Mereka juga mengonfirmasi bahwa mereka akan mengembalikan biaya liburan yang ada.
"Namun, setelah menyelidiki lebih lanjut sebagai prioritas utama, kami telah menghubungi Nyonya Taylor untuk meminta maaf dan mengembalikan biaya liburannya sebagai bentuk niat baik," ucap juru bicara.
Meskipun seorang penumpang merasa dalam kondisi baik-baik saja, maskapai penerbangan memiliki hak untuk melarang terbang jika kondisi penumpang dianggap tidak sehat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, maskapai penerbangan memiliki hak untuk menolak mengangkut penumpang dengan kondisi yang dapat memburuk, atau memiliki konsekuensi serius selama penerbangan.