Dia menuturkan upaya ini memang dilakukan agar menjadi harmoni antar stakeholder demi keberlangsungan wisata Candi Borobudur.
Sebab adanya sistem baru tersebut nantinya bertujuan untuk mencapai kebaikan bersama.
Maka dari itu pihak TWC memberikan memberikan ruang bagi stakeholder Candi Borobudur untuk kepentingan umum.
Terlebih, hal itu juga sudah tertuang dalam kesepakatan empat menteri dan dua gubernur yakni menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat agama Buddha Indonesia dan dunia.
“Kami tetap jadikan ini (Candi Borobudur, red) untuk fungsi yang ada. Tapi dengan skala prioritas tertentu,” kata Edy.
Meski dalam tahap proses, pihak TWC mengupayakan sistem zonasi ini dapat terealisasi pada 2023.
Kendati demikian, pihak TWC saat ini baru menyusun aturan-aturan dan mekanismenya.
Kemudian jika aturan tersebut sudah rampung, pihak TWC akan memaparkan hasil kajian tersebut dan mencermatinya kembali.
Menambahkan pernyataan TWC, Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, Supriyadi menyebut, kajian tersebut memang harus diputuskan bersama karena melibatkan beberapa institusi.
Oleh sebab itu prosesnya akan cukup panjang dan memerlukan beberapa kajian mendalam termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pemanfaatan Candi Borobudur.
Hal itu mengingat kesepakatan dari Pemerintah Indonesia yang telah setuju akan kelestarian dari Candi Borobudur.
“Dari nota kesepahaman itu, sudah ada SOP-nya. Nanti kami coba bahas kembali. Mudah-mudahan ada solusi terbaik untuk umat Buddha dan pemerintah,” ujar Supriyadi.
"Dengan begitu, akan ada titik temu antara pemanfaatan candi untuk kegiatan spiritual, konservasi, edukasi, maupun komersial," tambah Supriyadi.
“Karena dalam UU Cagar Budaya, salah satu pemanfaatan Candi Borobudur adalah untuk kepentingan agama,” sambung Supriyadi.
Baca juga: Daftar Paket Bukber di 6 Hotel Bintang Jakarta Selatan, Nikmati Menu Buka dengan Sajian Mewah
(TribunTravel.com/Rtn)
Baca juga selengkapnya seputar Ramadhan di sini.