Herfien menjelaskan, gempa Maluku merupakan jenis gempa dengan model thrusting atau biasa disebut sebagai patahan naik dari subduksi Laut Banda.
Hal ini bisa dilihat dari analisis lokasi hiposenter dan kedalamannya.
“Dari model jenis gempa tersebut akan menyebabkan kenaikan atau uplift dan juga bisa menyebabkan penurunan atau subsidens di sisi yang lain," jelas Herfien.
Fenomena ini juga pernah terjadi saat gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Saat itu, gempa mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok.
Dilihat dari indikasi peta satelit, menunjukkan adanya kenaikan dari permukaannya sebesar 25 sentimeter.
“Jadi fenomena ini bisa terjadi pasca-gempa Bumi yang menyebabkan deformasi regional,” kata Herfien.
Baca juga: Kunjungi Teluk Ambon dan 6 Tempat Wisata di Maluku untuk Liburan Akhir Tahun 2022
Disebut tanda tsunami
Frederick mengatakan, fenomena tersebut muncul pada pagi hari dan sempat menghebohkan warga.
“Kami lihat ada timbul keanehan-keanehan setelah gempa,” kata Frederick.
Hal ini juga diungkap Kapolres Kepulauan Tanimbar, AKBP Umar Wijaya yang menyebutkan bahwa warga setempat sempat khawatir dan memilih untuk mengungsi ke ketinggian, dilaporkan Tribun Ambon.
“Mereka khawatir itu tanda tsunami,” ucapnya.
Meski demikian, fenomena kemunculan pulau baru akibat dampak gempa bumi di Tanimbar tidak menyebabkan bahaya ikutan (collateral hazard) berupa adanya longsoran skala masif, gerakan tanah disertai likuifaksi, atau tsunami.
Untuk itu, Herfien mengimbau masyarakat di wilayah tersebut agar tetap tenang dan tidak percaya pada isu yang tidak bertanggung jawab.
“Kami mengimbau agar masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan dari BPBD atau BMKG setempat,” ucap Herfien.