"Ketika tebing es mencair seperti itu, puing-puing bongkahan batu dan bebatuan yang ada di atas tebing es bergerak dan jatuh kemudian mencair juga menciptakan badan air," jelasnya.
"Jadi kami melihat peningkatan jatuhnya batu dan pergerakan air lelehan di permukaan gletser yang bisa berbahaya," lanjut dia.
Masih dikatakan Watson, gletser kehilangan 9,5 juta meter kubik air per tahun.
Baca juga: Tim Penyelamat Temukan 14 Orang yang Tewas dalam Kecelakaan Pesawat di Nepal
Baca juga: Lokasinya di Antara Pegunungan Nepal, Seberapa Bahaya Pendaratan Pesawat di Bandara Lukla?
Muncul celah pada permukaan gletser
Kol Kishor Adhikari, tentara Nepal yang sempat tinggal di Base Camp Everest mengatakan, celah dan retakan di permukaan gletser muncul lebih sering daripada sebelumnya.
"Kami secara mengejutkan melihat celah-celah muncul semalaman di tempat-tempat kami tidur," kata Adhikari yang sempat memimpin kampanye pembersihan selama musim pendakian musim semi dari Maret hingga akhir Mei.
Hal serupa juga dikatakan Tshering Tenzing Sherpa, manajer base camp Everest dengan Komite Pengendalian Polusi Sagarmatha (SPCC).
Ia mengaku kerap mendengar suara gemuruh karena es yang bergerak atau batu yang jatuh.
Bahkan, sebelum mendirikan tenda di Base Camp Everest, ia harus meratakan permukaan berbatu yang menutupi es, dan mengulanginya dari waktu ke waktu saat gletser bergerak.
"Di masa lalu, ruang yang rata biasanya hanya menonjol," kata Tenzing.
Baca juga: Pesawat yang Bawa 22 Penumpang di Nepal Hilang Kontak setelah Lepas Landas
Adrian Ballinger, pendiri perusahaan pemandu gunung Alpenglow Expeditions, setuju bahwa langkah tersebut masuk akal.
Ia memprediksi akan ada lebih banyak longsoran, jatuhan es, dan batu jatuh di masa depan.
"Ini seharusnya tidak dapat diterima oleh pemimpin ekspedisi, karena dapat dihindari," ucapnya.
Gunung Everest yang memiliki ketinggian mencapai 8.844 mdpl melintasi perbatasan antara Nepal dan China.
Oleh sebab itu, terdapat dua dua base camp yang terletak di kedua negara tersebut.
Baca tanpa iklan