Dengan kejadian tersebut. mereka khawatir nama baik orang lokal, terutama orang Kuta akan tercoreng.
Apalagi itu terjadi di objek wisata yang terkenal seperti Kuta, tentu akan memberikan pengaruh pada jumlah wisatawan.
Namun, isu tersebut tidak membuat orang tua satu anak ini takut atau resah untuk menikmati akhir pekan di Kuta.
Menurut mereka, isu tersebut mungkin tidak berpengaruh karena sudah sering dialami di tempat lain.
"Saya sih kebal ya kalau ada di posisi korban (bule) atau hanya dengar berita itu saja. Toh juga udah sering di luar.
Mungkin orang kita yang tau akan biasa aja, makanya ga masalah untuk tetap ke sini ( Pantai Kuta)," ujarnya sambil menemani anaknya bermain di pantai.
Sepinya pantai juga membuat para pedagang mengeluh.
Baca juga: 15 Tempat Sewa Motor di Bali Lokasi Sekitar Denpasar, Kuta, hingga Ubud
Hingga sore hari, masih ada diantara mereka yang belum mendapatkan "garus".
Wayan Reni misalnya. Pelayan jasa mewarnai kuku atau kutek dan kepang rambut ini mengeluh belum mendapat pelanggan.
Ia sudah mulai berjualan sejak siang tadi, namun tidak satu pun pengunjung yang ingin diwarnai kukunya atau dikepang rambutnya.
Saat ditanya penyebab sepinya pengunjung, Wayan Reni tidak memberikan jawaban pasti.
Menurutnya lebaran yang sebentar lagi akan dirayakan tidak menjadi penyebab karena banyak rekannya yang muslim masih berjualan hingga kini.
Ia lebih mengaitkan viralnya kasus pedagang tisu atau pedagang asongan yang memaksa pembeli untuk membeli barang dagangannya.
Baca juga: 5 Vila Murah di Bali untuk Liburan Akhir Pekan, Tarif Cuma Rp 200 Ribuan
Baca juga: Bali Punya Infinity Pool Terindah di Dunia, Hadirkan Pemandangan yang Menakjubkan
"Saya belum dapat garus dari tadi siang. Ini udah sepi sekali.
Kayaknya lebaran bukan jadi alasan utama, karena teman saya juga masih ada yang jualan.