"Belum juga (terintegrasi Tawakkalna dan PeduliLindungi," kata Eko.
Integrasi kedua aplikasi tersebut awalnya dibutuhkan untuk memudahkan jemaah asal Indonesia melaksanakan umrah.
Oleh sebab itu kata Eko, pengecekan jemaah asal Indonesia akan dilakukan secara manual.
Pemeriksaan manual ini juga dilakukan terhadap hasil Tes PCR para jemaah umrah dari Indonesia.
"Yang kita pakai ya cek manual saja termasuk hasil PCR-nya," tutur Eko.
Terkait belum terintegrasinya aplikasi Tawakkalna milik pemerintah Arab Saudi dengan aplikasi PeduliLindungi dari Indonesia, Wasekjen Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Rizki Sembada menilai hal itu tidak perlu dipermasalahkan.
"Aplikasi Tawakkalna tidak perlu terlalu dipermasalahkan karena berdasarkan pengalaman tim, pemakaian gelang yang diberikan oleh muassasah sebagai identitas jemaah cukup efektif digunakan sebagai alat pengenal dan tiket masuk untuk beribadah di kedua tanah haram," kata Rizki.
Sedangkan Sekjen Afiliasi Mandiri Penyelenggara Umrah Haji (AMPUH) Wawan Suhada berharap pemerintah tidak menerapkan sistem kuota bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dalam pemberangkatan umrah.
"Concern saya hindari penerapan sistem kuota bagi PPIU," ujar Wawan.
Ia juga meminta pemerintah menerapkan sistem karantina mandiri kepada para jemaah umrah.
Menurutnya, penggunaan gelang elektrik dapat diterapkan kepada jemaah yang menjalani karantina mandiri.
"Penekanan agar karantina bagi jemaah umrah diganti dengan karantina mandiri," ucap Wawan.
Dirinya juga meminta pemerintah memastikan ketersediaan hotel karantina atau asrama haji untuk para jemaah.
Langkah ini dilakukan untuk menghindari regulasi quota antar PPIU yang memberangkatkan jemaah.
Pelarangan, menurut Wawan, juga tidak perlu diterapkan kepada pesawat yang menggunakan penerbangan transit.