TRIBUNTRAVEL.COM - Layanan karantina terpusat yang disediakan pemerintah banyak menuai kontroversi.
Sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) mengaku kecewa dengan fasilitas karantina gratis yang disediakan pemerintah tersebut.
Satu di antaranya Clara Monolga, mahasiswi yang baru pulang dari Jerman dan mengaku mengalami diskriminasi karantina.
Clara mengaku dibuat menunggu lama tanpa kepastian oleh petugas layanan karantina.
Clara tiba di Bandara Soekarno-Hatta tanggal 15 Desember 2021 pukul 14.30 WIB.
Setelah lama menunggu, ia barulah dibawa ke tempat karantina menggunakan bus pukul 18.45 WIB.
Artinya, empat jam lebih Clara digantung karena cukup banyak WNI yang kembali ke Indonesia.
"So semalaman kami ada delapan bus yang menginap di parkiran wisma. Bus saya berada di posisi kedua," tukasnya.
Ia tidak tahu pasti jumlah bus yang antre mengular, karena info yang didapat dari petugas kamar karantina penuh.
Fasilitas karantina dari pemerintah ini gratis tanpa biaya sepeserpun sehingga harus bergantian.
Riza Nasser, satu di antara WNI yang menjalani karantina sempat ditawari karantina berbayar di hotel.
Karantina di hotel nyaman, tanpa harus mengantre tetapi harga yang ditawarkan relatif mahal Rp 8,2 juta.
"Saya ditawari petugas bandara biaya karantina di hotel segitu. Saya sendiri tidak punya duit sebanyak itu," aku Riza.
Ia menilai karantina yang disediakan pemerintah bukan mengacu pada aspek kesehatan, tapi mengejar manfaat ekonomi.
"Ini sama saja karantina cuan lebih tepatnya. Saya merasa selama proses kita tidak siap dengan karantina kesehatan," urainya.